Hikayat Amir
Dahulu kala di Sumatra, hiduplah seorang
saudagar yang bernama Syah Alam. Syah Alam mempunyai seorang anak bernama Amir.
Amir tidak uangnya dengan baik. Setiap hari dia membelanjakan uang yang diberi
ayahnya. Karena sayangnya pada Amir, Syah Alam tidak pernah memarahinya. Syah Alam hanya bisa mengelus dada.
Lama-kelamaan Syah Alam jatuh sakit.
Semakin hari sakitnya semakin parah. Banyak uang yang dikeluarkan untuk
pengobatan, tetapi tidak kunjung sembuh. Akhirnya mereka jatuh miskin.
Penyakit Syah Alam semakin parah.
Sebelum meninggal, Syah Alam berkata”Amir, Ayah tidak bisa memberikan apa-apa
lagi padamu. Engkau harus bisa membangun usaha lagi seperti Ayah dulu. Jangan
kau gunakan waktumu sia-sia. Bekerjalah yang giat, pergi dari rumah.Usahakan
engkau terlihat oleh bulan, jangan terlihat oleh matahari.”
”Ya, Ayah. Aku akan turuti
nasihatmu.”
Sesaat setelah Syah Amir meninggal, ibu
Amir juga sakit parah dan akhirnya meninggal. Sejak itu Amir bertekad untuk
mencari pekerjaan. Ia teringat nasihat ayahnya agar tidak terlihat matahari,
tetapi terlihat bulan. Oleh sebab itu, kemana-mana ia selalu memakai payung.
Pada suatu hari, Amir bertmu dengan
Nasrudin, seorang menteri yang pandai. Nasarudin sangat heran dengan pemuda
yang selalu memakai payung itu. Nasarudin bertanya kenapa dia berbuat demikian.
Amir bercerita alasannya berbuat
demikian. Nasarudin tertawa. Nasarudin berujar, ” Begini, ya., Amir. Bukan
begitu maksud pesan ayahmu dulu. Akan tetapi, pergilah sebelum matahari terbit
dan pulanglah sebelum malam. Jadi, tidak mengapa engkau terkena sinar matahari.
”
Setelah memberi nasihat, Nasarudin pun
memberi pijaman uang kepada Amir. Amir disuruhnya berdagang sebagaimana
dilakukan ayahnya dulu.
Amir lalu berjualan makanan dan minuman.
Ia berjualan siang dan malam.Pada siang hari, Amir menjajakan
makanan, seperti nasi kapau, lemang, dan es limau. Malam harinya ia berjualan martabak,
sekoteng, dan nasi goreng. Lama-kelamaan usaha Amir semakin maju. Sejak it,
Amir menjadi saudagar kaya.
Sumber : Bina Bahasa
dan Sastra Indonesia kelas IV: Erlangga
Hikayat Abunawas
Syahdan,disuatu masa hidup seorang
laki2 yang punya sifat kikir (pelit).ia mempunyai sebuah rumah yang cukup
besar.didalam rumah itu dia tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anaknya
yang masih kecil2.laki2 ini merasa rumahnya sudah sangat sempit dengan
keberadaannya dan keluarganya.namun,untuk memperluas rumahnya,sang lelaki
merasa sayang untuk mengeluarkan uang.ia putar otak bagaimana caranya agar ia
bisa memperluas rumahnya tanpa mengeluarkan banyak.akhirnya,ia mendatangi
abunawas,seorang cerdik dikampungnya.pergilah ia menuju rumah abu nawas.
si lelaki : “salam hai abunawas,semoga engkau selamat sejahtera.”
si lelaki : “salam hai abunawas,semoga engkau selamat sejahtera.”
abu nawas : “salam juga untukmu hai
orang asing,ada apa gerangan kamu mendatangi kediamanku yang reot ini ?”
si lelaki lalu menceritakan masalah
yang ia hadapi.abunawas mendengar dengan seksama.setelah si lelaki selesai
bercerita,abunawas tampak tepekur sesaat,tersenyum,lalu ia berkata :
“hai fulan,jika kamu menghendaki
kediaman yang lebih luas,belilah sepasang ayam,jantan dan betina,lalu buatkan
kandang didalam rumahmu.3 hari lagi kau lapor padaku bagaimana keadaan
rumahmu.”
si lelaki bingung,apa hubungannya
ayam dengan luas rumah,tapi ia tak membantah.sepulang dari rumah abunawas,ia
membeli sepasang ayam,lalu membuatkan kandang untuk ayamnya didalam rumah.
3 hari kemudian,ia kembali kekediaman abunawas,dengan wajah berkerut.
3 hari kemudian,ia kembali kekediaman abunawas,dengan wajah berkerut.
Abunawas : “bagaimana fulan,sudah bertambah luaskah
kediamanmu?”
si lelaki : “boro boro ya abu.apa kamu yakin idemu
ini tidak salah?rumahku tambah kacau dengan adanya kedua ekor ayam itu.mereka
membuat keributan dan kotorannya berbau tak sedap.”
abu nawas : “( sambil tersenyum )
kalau begitu tambahkan sepasang bebek dan buatkan kandang didalam rumahmu.lalu
kembali 3 hari lagi.”
silelaki terperanjat.kemarin ayam
sekarang bebek,memangnya rumahnya peternakan?.atau sicerdik abunawas ini sedang
kumat jahilnya?namun seperti pertama kali,ia tak berani membantah,karena ingat
reputasi abunawas yang selalu berhasil memecahkan berbagai masalah.pergilah ia
ke pasar,dibelinya sepasang bebek,lalu dibuatkannya kandang didalam rumahnya.
setelah 3 hari ia kembali menemuai abunawas.
setelah 3 hari ia kembali menemuai abunawas.
abu nawas :
“bagaimana fulan,kediamanmu sedah mulai terasa luas atau belum ?”
si lelaki : “aduh abu,ampun,jangan kau menegerjai
aku.saat ini adalah saat paling parah selama aku tinggal dirumah itu.rumahku
sekarang sangat mirip pasar unggas,sempit,padat,dan baunya bukan main.”
Abunawas :
“waah,bagus kalau begitu.tambahkan seekor kambing lagi.buatkan ia kandang
didalam rumahmu juga.lalu kembali kesini 3 hari lagi.”
si lelaki : “apa kau sudah gila abu ?kemarin
ayam,bebek dan sekarang kambing.apa tidak ada cara lain yang lebih normal?”
abunawas :
“lakukan saja,jangan membantah.”
lelaki itu tertunduk
lesu,bagaimanapun juga yang memberi ide adalah abunawas,sicerdik pandai yang
tersohor.maka dengan pasrah pergilah ia ke pasar dan membeli seekor
kambing,lalu ia membuatkan kandang didalam rumahnya.
3 hari kemudian dia kembali menemui
abunawas
Abunawas :
“bagaimana fulan ? sudah membesarkah kediamanmu ?”
si lelaki :
“rumahku sekarang benar2 sudah jadi neraka.istriku mengomel sepanjang
hari,anak2 menangis, semua hewan2 berkotek dan
mengembik,bau,panas,sumpek,betul2 parah ya abu.tolong aku abu,jangan suruh aku
beli sapi dan mengandangkannya dirumahku,aku tak sanggup ya abu.”
abu nawas :
“baiklah,kalau begitu,pulanglah kamu,lalu juallah kambingmu kepasar,besok kau
kembali untuk menceritakan keadaan rumahmu.”
si lelaki pulang sambil bertanya2
dalam hatinya,kemarin disuruh beli,sekarang disuruh jual,apa maunya si
abunawas.namun,ia tetap menjual kambingnya kepasar.keesokan harinya ia kembali
kerumah abunawas.
abu nawas : “bagaimana kondisi rumahmu hari ini ?”
si lelaki :”yah,lumayan lah abu,paling tidak bau
dari kambing dan suara embikannya yang berisik sudah tak kudengar lagi.”
abu nawas : “kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari”
abu nawas : “kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari”
si lelaki pulang kerumahnya dan
menjual bebek2nya kepasar.esok harinya ia kembali kerumah abunawas
abunawas : “jadi,bagaimana kondisi rumahmu hari ini?”
si lelaki :
“syukurlah abu,dengan perginya bebek2 itu,rumahku jadi jauh lebih tenang dan
tidak terlalu sumpek dan bau lagi.anak2ku juga sudah mulai berhenti menangis.”
abunawas.bagus.”kini juallah ayam2mu
kepasar dan kembali besok ”
si lelaki pulang dan menjual
ayam2nya kepasar.keesokan harinya ia kembali dengan wajah yang berseri2 kerumah
abunawas
abunawas :
“kulihat wajahmu cerah hai fulan,bagaimana kondisi rumahmu saat ini?”
si lelaki :”alhamdulillah ya
abu,sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan kandangnya sudah tidak
ada.kini istriku sudah tidak marah2 lagi,anak2ku juga sudah tidak rewel.”
abunawas : “(sambil tersenyum) nah nah,kau lihat
kan,sekarang rumahmu sudah menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan
apapun atau memperluas tanah banguanmu.sesungguhnya rumahmu itu cukup
luas,hanya hatimu sempit sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu.mulai
sekarang kau harus lebih banyak bersyukur karena masih banyak orang yang
rumahnya lebih sempit darimu.sekarang pulanglah kamu,dan atur rumah
tanggamu,dan banyak2lah bersyukur atas apa yang dirizkikan tuhan padamu,dan
jangan banyak mengeluh.”
silelaki pun termenung sadar atas
segala kekeliruannya,ia terpana akan kecendikiaan sang tokoh dan mengucap
terima kasih pada abunawas
PERKARA
SI BUNGKUK DAN SI PANJANG
Pada suatu hari adalah dua orang
laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya
perahu hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka dinantinya 1)
kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang.
Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun
istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu
sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai
itu dalam juga. Katanya, "Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?"
Maka ada pula seorang Bedawi duduk
di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, "Hai tuan hamba,
seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang;
sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya." Setelah didengar oleh
Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya,
maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya,
"Untunglah sekali ini!"
Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke
dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju
orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, "Tuan
hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata Bedawi itu,
"Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang
juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam."
Maka kata orang tua itu kepada
istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka turunlah perempuan
itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata Bedawi itu,
"Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba
seberangkan." Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu.
Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu.
Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk
air itu dalam. Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi
itu kepada perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan
mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga
tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit,
hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan
itu.
Maka kata perempuan itu kepadanya,
"Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu."
Maka apabila sampailah ia ke
seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah maka makanlah ia
keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh
orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu.
Kalakian maka heranlah orang tua
itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya. Setelah dilihat
oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun
berkata-kata dalam hatinya, "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini,
baiklah aku mati."
Setelah itu maka terjunlah ia ke
dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya sungai itu aimya tiada
dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutnya Bedawi itu. Dengan hal
yang demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat Masyhudulhakk itu.
Maka orang tua itu pun datanglah
mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka disuruh oleh Masyhudulhakk
panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka
kata Masyhudulhakk, "Istri siapa perempuan ini?"
Maka kata Bedawi itu, "Istri
hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar
dinikahkan dengan hamba."
Maka kata orang tua itu, "Istri
hamba, dari kecil nikah dengan hamba."
Maka dengan demikian jadi
bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun berhimpun,
datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada
perempuan itu, "Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang
laki-laki ini?"
Maka kata perempuan celaka itu,
"Si Panjang inilah suami hamba."
Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk,
"Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah
dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
Maka diperjauhkannyalah laki-laki
itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata
perempuan itu, "Si Panjang itulah suami hamba."
Maka kata Masyhudulhakk, "Jika
sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu perempuan dan di
mana tempat duduknya?"
Maka tiada terjawab oleh perempuan
celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan. Setelah itu maka dibawa
pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Berkata benarlah engkau
ini. Sungguhkah perempuan itu istrimu?"
Maka kata Bedawi itu, "Bahwa
perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah
berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya."
Syahdan maka Masyhudulhakk pun
tertawa, seraya berkata, “Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama
mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia
duduk?"
Maka tiadalah terjawab oleh
laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu.
Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk,
"Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benamya?"
Maka kata orang tua itu,
"Daripada mula awalnya." Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya
laki-laki dan perempuan dan di mana tempat duduknya
Maka Masyhudulhakk dengan sekalian
orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu.
Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun
mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh
Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.
Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan
demikian itu.
Maka bertambah-tambah masyhurlah
arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
Asal hikayat ini cerita dalam bahasa
Sangsekerta, yang bernama Mahaummagajataka. Cerita itu disalin misalnya ke
bahasa Singgala (Sailan) dan Tibet. Dalam bahasa Aceh terkenal dengan nama
Medehaka. Hikayat Amir
Dahulu kala di Sumatra, hiduplah seorang
saudagar yang bernama Syah Alam. Syah Alam mempunyai seorang anak bernama Amir.
Amir tidak uangnya dengan baik. Setiap hari dia membelanjakan uang yang diberi
ayahnya. Karena sayangnya pada Amir, Syah Alam tidak pernah memarahinya. Syah Alam hanya bisa mengelus dada.
Lama-kelamaan Syah Alam jatuh sakit.
Semakin hari sakitnya semakin parah. Banyak uang yang dikeluarkan untuk
pengobatan, tetapi tidak kunjung sembuh. Akhirnya mereka jatuh miskin.
Penyakit Syah Alam semakin parah.
Sebelum meninggal, Syah Alam berkata”Amir, Ayah tidak bisa memberikan apa-apa
lagi padamu. Engkau harus bisa membangun usaha lagi seperti Ayah dulu. Jangan
kau gunakan waktumu sia-sia. Bekerjalah yang giat, pergi dari rumah.Usahakan
engkau terlihat oleh bulan, jangan terlihat oleh matahari.”
”Ya, Ayah. Aku akan turuti
nasihatmu.”
Sesaat setelah Syah Amir meninggal, ibu
Amir juga sakit parah dan akhirnya meninggal. Sejak itu Amir bertekad untuk
mencari pekerjaan. Ia teringat nasihat ayahnya agar tidak terlihat matahari,
tetapi terlihat bulan. Oleh sebab itu, kemana-mana ia selalu memakai payung.
Pada suatu hari, Amir bertmu dengan
Nasrudin, seorang menteri yang pandai. Nasarudin sangat heran dengan pemuda
yang selalu memakai payung itu. Nasarudin bertanya kenapa dia berbuat demikian.
Amir bercerita alasannya berbuat
demikian. Nasarudin tertawa. Nasarudin berujar, ” Begini, ya., Amir. Bukan
begitu maksud pesan ayahmu dulu. Akan tetapi, pergilah sebelum matahari terbit
dan pulanglah sebelum malam. Jadi, tidak mengapa engkau terkena sinar matahari.
”
Setelah memberi nasihat, Nasarudin pun
memberi pijaman uang kepada Amir. Amir disuruhnya berdagang sebagaimana
dilakukan ayahnya dulu.
Amir lalu berjualan makanan dan minuman.
Ia berjualan siang dan malam.Pada siang hari, Amir menjajakan
makanan, seperti nasi kapau, lemang, dan es limau. Malam harinya ia berjualan martabak,
sekoteng, dan nasi goreng. Lama-kelamaan usaha Amir semakin maju. Sejak it,
Amir menjadi saudagar kaya.
Sumber : Bina Bahasa
dan Sastra Indonesia kelas IV: Erlangga
Hikayat Abunawas
Syahdan,disuatu masa hidup seorang
laki2 yang punya sifat kikir (pelit).ia mempunyai sebuah rumah yang cukup
besar.didalam rumah itu dia tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anaknya
yang masih kecil2.laki2 ini merasa rumahnya sudah sangat sempit dengan
keberadaannya dan keluarganya.namun,untuk memperluas rumahnya,sang lelaki
merasa sayang untuk mengeluarkan uang.ia putar otak bagaimana caranya agar ia
bisa memperluas rumahnya tanpa mengeluarkan banyak.akhirnya,ia mendatangi
abunawas,seorang cerdik dikampungnya.pergilah ia menuju rumah abu nawas.
si lelaki : “salam hai abunawas,semoga engkau selamat sejahtera.”
si lelaki : “salam hai abunawas,semoga engkau selamat sejahtera.”
abu nawas : “salam juga untukmu hai
orang asing,ada apa gerangan kamu mendatangi kediamanku yang reot ini ?”
si lelaki lalu menceritakan masalah
yang ia hadapi.abunawas mendengar dengan seksama.setelah si lelaki selesai
bercerita,abunawas tampak tepekur sesaat,tersenyum,lalu ia berkata :
“hai fulan,jika kamu menghendaki
kediaman yang lebih luas,belilah sepasang ayam,jantan dan betina,lalu buatkan
kandang didalam rumahmu.3 hari lagi kau lapor padaku bagaimana keadaan
rumahmu.”
si lelaki bingung,apa hubungannya
ayam dengan luas rumah,tapi ia tak membantah.sepulang dari rumah abunawas,ia
membeli sepasang ayam,lalu membuatkan kandang untuk ayamnya didalam rumah.
3 hari kemudian,ia kembali kekediaman abunawas,dengan wajah berkerut.
3 hari kemudian,ia kembali kekediaman abunawas,dengan wajah berkerut.
Abunawas : “bagaimana fulan,sudah bertambah luaskah
kediamanmu?”
si lelaki : “boro boro ya abu.apa kamu yakin idemu
ini tidak salah?rumahku tambah kacau dengan adanya kedua ekor ayam itu.mereka
membuat keributan dan kotorannya berbau tak sedap.”
abu nawas : “( sambil tersenyum )
kalau begitu tambahkan sepasang bebek dan buatkan kandang didalam rumahmu.lalu
kembali 3 hari lagi.”
silelaki terperanjat.kemarin ayam
sekarang bebek,memangnya rumahnya peternakan?.atau sicerdik abunawas ini sedang
kumat jahilnya?namun seperti pertama kali,ia tak berani membantah,karena ingat
reputasi abunawas yang selalu berhasil memecahkan berbagai masalah.pergilah ia
ke pasar,dibelinya sepasang bebek,lalu dibuatkannya kandang didalam rumahnya.
setelah 3 hari ia kembali menemuai abunawas.
setelah 3 hari ia kembali menemuai abunawas.
abu nawas :
“bagaimana fulan,kediamanmu sedah mulai terasa luas atau belum ?”
si lelaki : “aduh abu,ampun,jangan kau menegerjai
aku.saat ini adalah saat paling parah selama aku tinggal dirumah itu.rumahku
sekarang sangat mirip pasar unggas,sempit,padat,dan baunya bukan main.”
Abunawas :
“waah,bagus kalau begitu.tambahkan seekor kambing lagi.buatkan ia kandang
didalam rumahmu juga.lalu kembali kesini 3 hari lagi.”
si lelaki : “apa kau sudah gila abu ?kemarin
ayam,bebek dan sekarang kambing.apa tidak ada cara lain yang lebih normal?”
abunawas :
“lakukan saja,jangan membantah.”
lelaki itu tertunduk
lesu,bagaimanapun juga yang memberi ide adalah abunawas,sicerdik pandai yang
tersohor.maka dengan pasrah pergilah ia ke pasar dan membeli seekor
kambing,lalu ia membuatkan kandang didalam rumahnya.
3 hari kemudian dia kembali menemui
abunawas
Abunawas :
“bagaimana fulan ? sudah membesarkah kediamanmu ?”
si lelaki :
“rumahku sekarang benar2 sudah jadi neraka.istriku mengomel sepanjang
hari,anak2 menangis, semua hewan2 berkotek dan
mengembik,bau,panas,sumpek,betul2 parah ya abu.tolong aku abu,jangan suruh aku
beli sapi dan mengandangkannya dirumahku,aku tak sanggup ya abu.”
abu nawas :
“baiklah,kalau begitu,pulanglah kamu,lalu juallah kambingmu kepasar,besok kau
kembali untuk menceritakan keadaan rumahmu.”
si lelaki pulang sambil bertanya2
dalam hatinya,kemarin disuruh beli,sekarang disuruh jual,apa maunya si
abunawas.namun,ia tetap menjual kambingnya kepasar.keesokan harinya ia kembali
kerumah abunawas.
abu nawas : “bagaimana kondisi rumahmu hari ini ?”
si lelaki :”yah,lumayan lah abu,paling tidak bau
dari kambing dan suara embikannya yang berisik sudah tak kudengar lagi.”
abu nawas : “kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari”
abu nawas : “kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari”
si lelaki pulang kerumahnya dan
menjual bebek2nya kepasar.esok harinya ia kembali kerumah abunawas
abunawas : “jadi,bagaimana kondisi rumahmu hari ini?”
si lelaki :
“syukurlah abu,dengan perginya bebek2 itu,rumahku jadi jauh lebih tenang dan
tidak terlalu sumpek dan bau lagi.anak2ku juga sudah mulai berhenti menangis.”
abunawas.bagus.”kini juallah ayam2mu
kepasar dan kembali besok ”
si lelaki pulang dan menjual
ayam2nya kepasar.keesokan harinya ia kembali dengan wajah yang berseri2 kerumah
abunawas
abunawas :
“kulihat wajahmu cerah hai fulan,bagaimana kondisi rumahmu saat ini?”
si lelaki :”alhamdulillah ya
abu,sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan kandangnya sudah tidak
ada.kini istriku sudah tidak marah2 lagi,anak2ku juga sudah tidak rewel.”
abunawas : “(sambil tersenyum) nah nah,kau lihat
kan,sekarang rumahmu sudah menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan
apapun atau memperluas tanah banguanmu.sesungguhnya rumahmu itu cukup
luas,hanya hatimu sempit sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu.mulai
sekarang kau harus lebih banyak bersyukur karena masih banyak orang yang
rumahnya lebih sempit darimu.sekarang pulanglah kamu,dan atur rumah
tanggamu,dan banyak2lah bersyukur atas apa yang dirizkikan tuhan padamu,dan
jangan banyak mengeluh.”
silelaki pun termenung sadar atas
segala kekeliruannya,ia terpana akan kecendikiaan sang tokoh dan mengucap
terima kasih pada abunawas
PERKARA
SI BUNGKUK DAN SI PANJANG
Pada suatu hari adalah dua orang
laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya
perahu hendak menyeberang, tiada dapat perahu itu. Maka dinantinya 1)
kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang.
Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun
istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu
sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai
itu dalam juga. Katanya, "Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?"
Maka ada pula seorang Bedawi duduk
di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, "Hai tuan hamba,
seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang;
sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya." Setelah didengar oleh
Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya,
maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya,
"Untunglah sekali ini!"
Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke
dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju
orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, "Tuan
hamba seberangkan apalah 2) hamba kedua ini. Maka kata Bedawi itu,
"Sebagaimana 3) hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang
juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam."
Maka kata orang tua itu kepada
istrinya, "Pergilah diri dahulu." Setelah itu maka turunlah perempuan
itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata Bedawi itu,
"Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba
seberangkan." Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu.
Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu.
Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata 4) oleh si Bungkuk
air itu dalam. Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi
itu kepada perempuan itu, "Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan
mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga
tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambit,
hamba jadikan istri hamba." Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan
itu.
Maka kata perempuan itu kepadanya,
"Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu."
Maka apabila sampailah ia ke
seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah maka makanlah ia
keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh
orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu.
Kalakian maka heranlah orang tua
itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya. Setelah dilihat
oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun
berkata-kata dalam hatinya, "Daripada hidup melihat hal yang demikian ini,
baiklah aku mati."
Setelah itu maka terjunlah ia ke
dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya sungai itu aimya tiada
dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutnya Bedawi itu. Dengan hal
yang demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat Masyhudulhakk itu.
Maka orang tua itu pun datanglah
mengadu kepada Masyhudulhakk. Setelah itu maka disuruh oleh Masyhudulhakk
panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka
kata Masyhudulhakk, "Istri siapa perempuan ini?"
Maka kata Bedawi itu, "Istri
hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar
dinikahkan dengan hamba."
Maka kata orang tua itu, "Istri
hamba, dari kecil nikah dengan hamba."
Maka dengan demikian jadi
bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun berhimpun,
datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada
perempuan itu, "Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang
laki-laki ini?"
Maka kata perempuan celaka itu,
"Si Panjang inilah suami hamba."
Maka pikirlah 5) Masyhudulhakk,
"Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah
dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
Maka diperjauhkannyalah laki-laki
itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata
perempuan itu, "Si Panjang itulah suami hamba."
Maka kata Masyhudulhakk, "Jika
sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu perempuan dan di
mana tempat duduknya?"
Maka tiada terjawab oleh perempuan
celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan. Setelah itu maka dibawa
pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, "Berkata benarlah engkau
ini. Sungguhkah perempuan itu istrimu?"
Maka kata Bedawi itu, "Bahwa
perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah
berikrar, mengatakan hamba ini tentulah suaminya."
Syahdan maka Masyhudulhakk pun
tertawa, seraya berkata, “Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama
mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia
duduk?"
Maka tiadalah terjawab oleh
laki-laki itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu.
Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk,
"Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benamya?"
Maka kata orang tua itu,
"Daripada mula awalnya." Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya
laki-laki dan perempuan dan di mana tempat duduknya
Maka Masyhudulhakk dengan sekalian
orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu.
Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun
mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh
Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali.
Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan
demikian itu.
Maka bertambah-tambah masyhurlah
arif bijaksana Masyhudulhakk itu.
Asal hikayat ini cerita dalam bahasa
Sangsekerta, yang bernama Mahaummagajataka. Cerita itu disalin misalnya ke
bahasa Singgala (Sailan) dan Tibet. Dalam bahasa Aceh terkenal dengan nama
Medehaka.
Hikayat Burung Cenderawasih
Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk,
mengisahkan seekor burung yang bergelar burung cenderawasih. Adapun
asal usulnya bermula dari kayangan. Menurut kebanyakan orang lama
yang arif mengatakan ianya berasal dari syurga dan selalu berdamping dengan
para wali. Memiliki kepala seperti kuning keemasan. Dengan empat
sayap yang tiada taranya. Akan kelihatan sangat jelas sekiranya bersayap penuh
adanya. Sesuatu yang sangat nyata perbezaannya adalah dua antena atau ekor ‘areil‘
yang panjang di ekor belakang. Barangsiapa yang melihatnya pastilah terpegun
dan takjub akan keindahan dan kepelikan burung cenderawasih.
Amatlah jarang sekali orang memiliki burung
cenderawasih. Ini kerana burung ini bukanlah berasal dari bumi ini. Umum
mengetahui bahawa burung Cenderawasih ini hanya dimiliki oleh kaum kerabat
istana saja. Hatta mengikut sejarah, kebanyakan kerabat-kerabat istana Melayu
mempunyai burung cenderawasih. Mayoritas para peniaga yang ditemui mengatakan
ia membawa tuah yang hebat.
Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu
lama, sekiranya burung cenderawasih turun ke bumi nescaya akan berakhirlah
hayatnya. Dalam kata lain burung cenderawasih akan mati sekiranya menjejak kaki
ke bumi. Namun yang pelik lagi ajaibnya, burung cenderawasih ini tidak lenyap
seperti bangkai binatang yang lain. Ini kerana ia dikatakan hanya makan embun
syurga sebagai makanannya. Malahan ia mengeluarkan bau atau wangian yang sukar
untuk diperkatakan. Burung cenderawasih mati dalam pelbagai keadaan. Ada yang
mati dalam keadaan terbang, ada yang mati dalam keadaan istirahat dan ada yang
mati dalam keadaan tidur.
Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah
menjalankan kajian secara rapi untuk menerima hakikat sebenar mengenai BURUNG
CENDERAWASIH ini. Mengikut kajian ilmu pengetahuan yang dijalankan, burung ini
lebih terkenal di kalangan penduduk nusantara dengan panggilan Burung
Cenderawasih. Bagi kalangan masyarakat China pula, burung ini dipanggil
sebagai Burung Phoenix yang banyak dikaitkan dengan kalangan
kerabat istana Maharaja China. Bagi kalangan penduduk Eropah, burung ini lebih
terkenal dengan panggilan ‘Bird of Paradise‘.
Secara faktanya, asal usul burung ini gagal
ditemui atau didapathingga sekarang. Tiada bukti yang menunjukkan ianya berasal
dari alam nyata ini. Namun satu lagi fakta yang perlu diterima, burung
cenderawasih turun ke bumi hanya di IRIAN JAYA (Papua
sekarang), Indonesia saja. Tetapi yang pelik namun satu
kebenaran burung ini hanya turun seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia
turun untuk mati. Sesiapa yang menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu,
kebanyakan burung cenderawasih yang anda saksikan mungkin berumur lebih dari 10
tahun, 100 tahun atau sebagainya. Kebanyakkannya sudah beberapa generasi yang
mewarisi burung ini.
Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk
bahawa burung cenderawasih mempunyai pelbagai kelebihan. Seluruh badannya
daripada dalam isi perut sehinggalah bulunya mempunyai khasiat yang misteri.
Kebanyakannya digunakan untuk perubatan. Namun ramai yang memburunya kerana
‘tuahnya’. Burung cenderawasih digunakan sebagai ‘pelaris’. Baik untuk pelaris
diri atau perniagaan. Sekiranya seseorang memiliki bulu burung cenderawasih
sahaja pun sudah cukup untuk dijadikan sebagai pelaris. Mengikut ramai orang
yang ditemui memakainya sebagai pelaris menyatakan, bulu burung cenderawasih
ini merupakan pelaris yang paling besar. Hanya orang yang memilikinya yang tahu
akan kelebihannya ini. Namun yang pasti burung cenderawasih bukannya
calang-calang burung. Penuh dengan keunikan, misteri, ajaib, tuah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar