Oleh: izydown
“Mentari pagi seolah lelah bermain bersama Bumi di pagi dan siang”.
“Mentari pagi seolah lelah bermain bersama Bumi di pagi dan siang”.
Senja
pun datang mengisyaratkan malam Akan tiba. “ Anas masih saja sibuk
bercanda dengan istri keduanya. Ia tak sadar kalau jam di dindingnya
sudah menunjukkan pukul 17. 30 waktu Malaysia. “Senja “di serawak begitu indah dengan mataharinya yang seolah redup.
Ya, betul sekali. Kitab – kitab tentang Islam adalah istri keduanya. Pasalnya Ia lebih sering bercanda dengan buku-bukunya di banding istrinya. Maklum Anas adalah “pengembara ilmu” dulunya di kala muda . Khususnya Ilmu Agama Islam.
“Anas “ pun segera membersihkan dirinya dengan mandi dan berWudhu’.
Tak lama Anas pun sudah rapi dengan baju Muslimnya. Tak lupa Kain sarung serta kopiah di kepalanya yang menandakan ia akan sholat Maghrib Berjamaah di Masjid dekat rumahnya..
“Rida”
Istri tercinta pun sudah siap untuk Sholat berjamaah . “ALLAHU AKBAR
ALLAHU AKBAR” penggilan kemenangan pun berkumandang. hentakan kaki
mengawali langkah mereka keluar rumah menuju masjid.
“Detik” pun berjalan dengan cepatnya. Sholat pun telah di tunaikan.
Mereka
pun segera bergegas pulang. Maklum “Salman” Anak pertama mereka masih
tertidur sejak sore tadi. Di Samping rida juga harus mempersiapkan
makan malam untuk suami dan anak yang tercinta.
“Salman”
pun bangun. Mereka menggelar makan malam yang sederhana. Seperti
malam-malam sebelumnya. dan tak lupa “Anas” memberikan tausiah rutin
kepada keluarganya Selepas makan selesai.
“Salman”
pun bertanya, Malam ini “Ayah” akan cerita apa. Walaupun Salman masih
berumur tiga tahun. Tapi ia sudah lancar berbicara. Dan selalu ikut
tausiah “Ayah”nya.
Baiklah.
Malam ini Ayah Akan berbicara tentang perjuangan Ayah dulu Mencari ilmu.
Dan mendapatkan mimpi-mimpi Ayah Sewaktu di kampung dulu. emangnya
mimpi apa Ayah?. Celetuk “Salman.”. “Mimpi Anak Kampung Man”. Sambut
ayahnya.
Ayah mulai dari masa
kecil Ayah dulu. Abi di lahirkan di “Batang Natal” Sumatera Urara.
Dulunya Abi juga di ceritakan Kakek Abi. Kira – kira kelas enam SD lah.
Karena Abi Tidak pernah tahu dan melihat “Ibu” Abi. Begitu juga Ayah
Abi. Yang Abi Tahu Hanya kakek dan Bibik yang merawat Abi. Kata Kakek
Abi. Sejak Abi masih Di “Ayunan” Ayah Abi Sudah Meninggal. Ibu Abi Pergi
Meninggalkan Abi. Ia menikah lagi dengan orang padang. Sejak saat itu
Abi tidak pernah melihat Ibu. Terakhir Abi bertemu dengannya di saat Abi
telah Selesai Kuliah Di Al-Azhar Kairo,Mesir.
“Abi”
Sangat rindu dengan Ibu. Abi memeluknya dan menangis. Hampir 30 Tahun
Abi Tidak tahu IBu Abi. Dan Abi tidak Marah. Kalau. Abangnya Abi Selalu
marah pada Ibu. Bahkan Ia mengatakan, kalau ia tidak punya Ibu.di
karenakan di saat kami masih kecil Ibu tega menikah lagi. Bukannya
merawat kami,anaknya.
Tapi, Abi
Tidak tega. Karena ibulah kita lahir ke dunia ini. Azan Isya’ pun
kembali berkumandang. nanti aja Abi lanjutkan. Abi Ke Masjid dulu. “dik”
(panggilan sayang untuk Istrinya) dan skamu sal di rumah aja sholatnya.
Oke yah, Jawab Salman. Sholat Pun telah di tunaikan. Abi Kembali ke
Rumah dengan melantunkan Salam.
“Walaikum
Salam” Istrinya membukakan pintu. Cerita pun Berlanjut. Karena Rida
dan Salman sudah selesai Sholat. Lanjutkan bang ceritanya. Sahut
Istrinya. Iya Abi, Lanjutkan ceritanya.ia Abi Lanjutkan. Ia terkejut
istri dan anaknya begitu semangat mendengarkan kisah hidupnya.
Maklum,belum pernah ia bercerita tantang masa lalunya.
Hari
– hari pun berlalu begitu cepat. Hingga Abi sudah tamat SD. Abi pun
Berkata pada Kakek. Saya ingin pergi sekolah pesantren ke padang kek.
Ya, kalau itu keinginan kamu. Silahkan Nas. Kakek hanya pesan. Jangan
pernah membenci Ibu mu. Dan bercita- citalah yang tinggi Nas. Kakek
begitu baik pada abi. Tidak seperti Anaknya yang tega meningglakan
anaknya demi orang lain.
Bibik
ayah memberikan uang seribu rupiah waktu itu. Maklum bibik termasuk
orang yang sangat baik di kampung. Berbekal Kain yang di pikul. yang
isinya baju dan celana dua lembar. Abi pergi Ke Padang dengan hanya
membawa “NaFas dan Nekat” di badan demi menggapai mimpi. Abi ingin
sekolah di Universitas Islam yang terkenal di dunia ini. Al-Azhar
Namanya.
Di tengah jalan Abi bertemu dengan seorang kakek. Abi tak asing dengan kakek itu. Ia termasuk orang yang cukup iri dengan Paman Abi, Adiknya ibu. Maklum paman Abi Seorang Kepala Sekolah yang disegani di kampung itu.
Ia melempar pertanyaan pada abi dengan gaya angkuhnya. Mau Kemana Kamu Nas?. Mau sekolah ya.
Sambil tertawa dengan congkaknya. Iya kek. Saya Mau ke Padang. Katanya pesantren di sana bagus. ”Jangan Mimpi Kau Nas”. Mau Sekolah, “hahahaha”. Ia tidak Sadar kalau giginya Sudah ompong. Masih saja tertawa. Dasar kakek tua Celetuk Abi Dalam hati.
Sombong bener kakek itu. Sambung Salman. Abi Lanjutin ya.
Saya Bersumpah, kalu kamu Berhasil sekolah yang tinggi. Silahkan Kamu “potong Telinga Saya”. Ia berkata begitu keras, sehingga orang-orang mendengar dan melihat kami berdua. Abi hanya diam dan berlalu meningglkan Kakek itu.
Ditengah jalan Abi Menangis Dalam Hati. Mengapa hidup saya seperti ini. Ayah Tidak Ada, Ibu pun Tega menikah lagi. Jikalau Ibu tidak Pergi. Saya tidak Akan pergi. Dan Kini saya hanya sendiri. Hanya padamu Ya Tuhanku hamba mengharap. Engkaulah
“Sang Pendengar Do’a” hamba yang lemah ini.
“Waktu pun terus berjalan. Seolah meningglakan manusia dengan cepatnya”.abi pun tiba di “Candung” Pesantren Yang Abi tuju.Di Padang Panjang, Sumatera Barat. Hari-hari Abi Lalui dengan belajar Agama Islam dan bahasa Arab. Hingga Akhirnya Abi Selesai Sekolah di sana. Setelah itu Abi Pergi Ke Kota Medan.
Abi belum Tahu apa yang Harus Abi kerjakan Hidup tak tentu bagai gelandangan yang tak punya arah dan tujuan hidup. Abi “Teringat” kata Ustad Abi Di Padang Dulu. Ada Sekolah Islam yang terkenal di India “Darul Ulum” Namanya.
Di Medan abi Kerja Dengan orang cina. Ia orang yang baik. Walaupun ia bukan Islam ia tidak melarang abi Bila ingin Sholat. Hanya Sholat Pegangan Abi Di Medan Yang Begitu Terkenal Dengan Kejahatannya. Banyak pencuri, peminum, bandit di Kota Medan. Bila Salah Bergaul. Kita akan sesat. Terjerumus ke jurang yang dalam.
Di tengah jalan Abi bertemu dengan seorang kakek. Abi tak asing dengan kakek itu. Ia termasuk orang yang cukup iri dengan Paman Abi, Adiknya ibu. Maklum paman Abi Seorang Kepala Sekolah yang disegani di kampung itu.
Ia melempar pertanyaan pada abi dengan gaya angkuhnya. Mau Kemana Kamu Nas?. Mau sekolah ya.
Sambil tertawa dengan congkaknya. Iya kek. Saya Mau ke Padang. Katanya pesantren di sana bagus. ”Jangan Mimpi Kau Nas”. Mau Sekolah, “hahahaha”. Ia tidak Sadar kalau giginya Sudah ompong. Masih saja tertawa. Dasar kakek tua Celetuk Abi Dalam hati.
Sombong bener kakek itu. Sambung Salman. Abi Lanjutin ya.
Saya Bersumpah, kalu kamu Berhasil sekolah yang tinggi. Silahkan Kamu “potong Telinga Saya”. Ia berkata begitu keras, sehingga orang-orang mendengar dan melihat kami berdua. Abi hanya diam dan berlalu meningglkan Kakek itu.
Ditengah jalan Abi Menangis Dalam Hati. Mengapa hidup saya seperti ini. Ayah Tidak Ada, Ibu pun Tega menikah lagi. Jikalau Ibu tidak Pergi. Saya tidak Akan pergi. Dan Kini saya hanya sendiri. Hanya padamu Ya Tuhanku hamba mengharap. Engkaulah
“Sang Pendengar Do’a” hamba yang lemah ini.
“Waktu pun terus berjalan. Seolah meningglakan manusia dengan cepatnya”.abi pun tiba di “Candung” Pesantren Yang Abi tuju.Di Padang Panjang, Sumatera Barat. Hari-hari Abi Lalui dengan belajar Agama Islam dan bahasa Arab. Hingga Akhirnya Abi Selesai Sekolah di sana. Setelah itu Abi Pergi Ke Kota Medan.
Abi belum Tahu apa yang Harus Abi kerjakan Hidup tak tentu bagai gelandangan yang tak punya arah dan tujuan hidup. Abi “Teringat” kata Ustad Abi Di Padang Dulu. Ada Sekolah Islam yang terkenal di India “Darul Ulum” Namanya.
Di Medan abi Kerja Dengan orang cina. Ia orang yang baik. Walaupun ia bukan Islam ia tidak melarang abi Bila ingin Sholat. Hanya Sholat Pegangan Abi Di Medan Yang Begitu Terkenal Dengan Kejahatannya. Banyak pencuri, peminum, bandit di Kota Medan. Bila Salah Bergaul. Kita akan sesat. Terjerumus ke jurang yang dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar