Kota
Palembang merupakan kota tertua di Indonesia berumur setidaknya 1382
tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti
Kedudukan Bukit. Menurut Prasasti yang berangka tahun 16 Juni 682. Pada
saat itu oleh penguasa Sriwijaya didirikan Wanua di daerah yang sekarang
dikenal sebagai kota Palembang. Menurut topografinya, kota ini
dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber
baik dari sungai maupun rawa, juga air hujan. Bahkan saat ini kota
Palembang masih terdapat 52,24 % tanah yang yang tergenang oleh air
(data Statistik 1990). Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek
moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini sebagai Pa-lembang dalam
bahasa melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan;
sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar
yang membengkak karena lama terendam air (menurut kamus melayu),
sedangkan menurut bahasa melayu-Palembang, lembang atau lembeng adalah
genangan air. Jadi Palembang adalah suatu tempat yang digenangi oleh
air.
Kota Palembang adalah salah satu kota (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatra Selatan. Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatra setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum kemudian berpindah ke Jambi.
Bukit Siguntang, di Palembang Barat, hingga sekarang masih dikeramatkan
banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.
Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, lalu Islam dr tanah Jawa.
Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya
adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)",
adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa,
seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak
berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kota ini memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Makanan khas daerah ini adalah pempek Palembang, tekwan, model, celimpungan, kue maksuba, kue 8 jam, kue engkak, laksan, burgo, dll. Makanan seperti pempek atau tekwan mengesankan "Chinese" taste masyarakat Palembang.
Palembang
merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti
Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota
Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan
sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.
Kota
Palembang juga dipercayai oleh masyarakat melayu sebagai tanah
leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal raja
Melayu pertama yaitu Parameswara
yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian Parameswa meninggalkan
Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke Tumasik dan diberinyalah nama
Singapura
kepada Tumasik. Sewaktu pasukan Majapahit dari Jawa akan menyerang
Singapura, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka
disemenanjung Malaysia dan mendirikan Kerajaan Malaka.
Beberapa keturunannya juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan
Narathiwat (sekarang wilayah Thailand bagian selatan). Setelah
terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang Gujarat dan
Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan mengganti
namanya menjadi Sultan Iskandar Shah.
Secara teratur, sebelum masa NKRI pertumbuhan Kota Palembang dapat dibagi menjadi beberapa fase utama:
1. Fase Sebelum Kerajaan Sriwijaya
Merupakan
zaman kegelapan, karena mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala
tentara Sriwijaya membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini
seperti yang tertulis pada manuskrip lama di hulu Sungai Musi merupakan
penduduk dari daerah hulu Sungai Komering.
2. Fase Sriwijaya Raya,
Palembang
menjadi pusat dari kerajaan yang membentang mulai dari barat pulau
jawa, sepanjang pulau sumatera, semenanjung malaka, bagian barat
kalimantan sampai ke indochina. Runtuhnya Sriwijaya sendiri utamanya
karena penyerbuan bangsa-bangsa pelaut ‘yang tidak terdefinisikan’,
sebagian sejarahwan mengatakan bahwa mereka adalah pasukan barbar laut
dari Srilanka (Ceylon). Akibat hancurnya kekuatan maritim mereka,
Sriwijaya menjadi lemah dan persekutuan daerah-daerah kekuasaanya
terlepas dan ketika datangnya Ekspedisi Pamalayu dari Jawa (majapahit)
ke jambi dalam melakukan isolasi kepada Palembang, untuk mencegah
Sriwijaya bangkit kembali.
3. Fase Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Di
sekitar Palembang dan sekitarnya kemudian bermunculan kekuatan-kekuatan
lokal seperti Panglima Bagus Kuning di hilir Sungai Musi, Si Gentar
Alam di daerah Perbukitan, Tuan Bosai dan Junjungan Kuat di daerah hulu
Sungai Komering, Panglima Gumay di sepanjang Bukit Barisan dan
sebagainya. Pada fase inilah Parameswara yang mendirikan Tumasik
(Singapura) dan Kerajaan Malaka hidup, dan pada fase inilah juga terjadi
kontak fisik secara langsung dengan para pengembara dari Arab dan
Gujarat.
4. Fase Kesultanan Palembang Darussalam
Hancurnya
Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan
lama hasil dari Ekspedisi Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting
di balik hancurnya Majapahit seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario
Damar) dan Pati Unus merupakan tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan
Palembang. Setelah Kesultanan Demak yang merupakan 'pengganti' dari
Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula
'Kesultanan Palembang Darussalam' dengan 'Susuhunan Abddurrahaman
Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman' sebagai raja pertamanya. Kerajaan
ini mengawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan
agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar
di Semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu raja yang paling terkenal
pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang
tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).
5. Fase Kolonialisme
Setelah
jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud
Badaruddin II pada pertempuran yang keempat melawan Belanda yang pada
saat ini turun dengan kekuatan besar pimpinan Jendral de Kock,
maka Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan. Beberapa Sultan setelah
Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda
berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan
pembumihangusan bangunan kesultanan untuk menghilangkan simbol-simbol
kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar,
dan pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu
Penduduk
Palembang merupakan cabang dari masyarakat melayu, dan menggunakan
bahasa melayu sebagai bahasa sehari-hari, namun para pendatang daerah
seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari,
seperti bahasa komering, rawas, lahat, dsb. Pendatang dari luar Sumatera
Selatan terkadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa
sehari-hari dalam keluarga atau komunitas kedaerahan, seperti pendatang
dari Pulau Jawa dan daerah-daerah lain di Indonesia. Namun untuk
berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk umumnya menggunakan
Bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Selain penduduk
Palembang asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga
keturunan, warga pendatang seperti dari Pulau Jawa, Madura, Sulawesi
(Makassar dan Manado), Papua, Wilayah Sumatera Lainnya. Warga Keturunan
terutama Tionghoa, Arab dan India.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
- Kesenian Dul Muluk (semacam pentas drama)
- Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu, dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan
- Lagu Daerah seperti Cuk Mak Ilang
Rumah Adat Palembang adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit
Kota
Palembang mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain
Festival Sriwijaya setiap bulan Juni memperingati Hari Jadi Kota
Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan.
Serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan,
Tahun Baru Masehi, dsb.
Kota
Palembang memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu
komunitas seperti Kampung Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas
Tionghoa dan Kampung Al Munawwar yang merupakan wilayah Komunitas Arab.
Sumber : Wikipedia & Palembang.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar