By
Pada artikel sebelumnya kita
telah membahas legenda Putri
Ong Tien dari China yang menyusul kepulangan Sunan Gunung Jati ke Pulau
Jawa. Selama perjalanan Putri Ong Tien dari China menuju Pulau Jawa, Kaisar
Hong Gie mengutus tiga orang pembesar China menemani perjalan tersebut. Tiga
orang tersebut adalah Pai Li Bang ( ada yang menyebutnya Pa Lin Fong), Lie Guan
Chang dan Lie Guan Hien. Pai Li Bang adalah seorang menteri kerajaan China yang
menjadi murid Sunan Gunung Jati pada saat beliau berdakwah di negeri China.
Dari sinilah sejarah dan asal usul nama kota Palembang dimulai.
Menurut catatan Wikipedia,
dalam pelayaran ke Pulau Jawa, rombongan Putri Ong Tien dan Pai Li Bang singgah
di Kadipaten Sriwijaya. Begitu mereka datang, para penduduk Kadipaten Sriwijaya
menyambutnya dengan meriah. Pai Li Bang sangat heran dengan sambutan tersebut.
Pai Li Bang bertanya kepada tetua masyarakat Sriwijaya apakah yang sebenarnya
terjadi. Tetua masyarakat tersebut malah balik bertanya siapa diantara anggota
rombongan tersebut yang bernama Pai Li Bang.
Setelah mengetahui bahwa yang
bertanya tadi adalah orang yang dicari, maka Pai Li Bang bergegas digotong
penduduk ke atas tandu. Pai Li Bang dibawa ke istana Kadipaten Sriwijaya.
Setelah Pai Li Bang duduk di kursi Adipati, tetua masyarakat tersebut
menerangkan bahwa Adipati Ario Damar selalu pemegang kekuasaan Sriwijaya telah
meninggal dunia. Penduduk merasa bingung untuk mencari pengganti Ario Damar
karena putera Ario Damar, Raden Fatah dan Raden Hasan, sudah menetap di Pulau
Jawa.
Pai Li Bang Membangun
Kadipaten Sriwijaya
Dalam kebingungan itu, muncul Sunan Gunung Jati di Kadipaten
Sriwijaya. Beliau berpesan bahwa sebentar lagi akan datang rombongan murid dari
negeri China yang bernama Pai Li Bang. Murid Sunan Gunung Jati itulah yang
pantas menjadi pengganti Ario Damar karena Pai Li Bang merupakan seorang
menteri negara di China dan berpengalaman membangun negara.
Setelah berpesan demikian,
Sunan Gunung Jati meneruskan pelayarannya ke Pulau Jawa. Pai Li Bang selaku
murid Sunan Gunung Jati semakin kagum dengan kemampuan gurunya yang mampu
mengetahui sebelum peristiwa terjadi. Pai Li Bang tidak menolak keinginan
gurunya dan bersedia menjadi Adipati Sriwijaya.
Dalam lampiran buku Perdebatan
Syekh Siti Jenar dengan Wali Songo yang ditulis oleh M.B. Rahimsyah AR,
diterbitkan Bintang Jaya Press, semasa pemerintahan Pai Li Bang wilayah
Sriwijaya maju pesat sebagai kadipaten yang paling makmur dan aman. Berbagai
pembangunan dijalankan agar kehidupan masyarakat setempat semakin sejahtera.
Untuk menghormati jasa-jasa Pai Li Bang, setelah Pai Li Bang meninggal dunia
maka nama Kadipaten Sriwijaya diganti dengan nama Kadipaten Pai Li Bang.
Dalam perkembangannya, karena
proses pengucapan lidah orang Sriwijaya maka lama kelamaan nama Kadipaten Pai
Li Bang berubah menjadi Kadipaten Palembang. Sampai sekarang, wilayah Sriwijaya
disebut sebagai kota Palembang berkat pimpinan dan kepahlawanan Pai Li Bang.
Demikian artikel sejarah budaya yang membahas asal usul pemberian nama kota
Palembang. Mudah-mudahan informasi ini berguna untuk Anda.
Referensi Wikipedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palembang
digg
Zaman Kerajaan Sriwijaya.
Semenjak ditemukannya perasasti kedukan bukit oleh warga
setempat dan diserahkan kepada seorang Controleur Belanda yang bernama
M.Baternburg ditepi sungai kedukan bukit didekat lereng bukit siguntang pada
tanggal 29 November 1920, berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno yang
diterjemahkan oleh seorang ahli arkeolog berkebangsaan Francis bernama Prof..
George Coedes, Palembang merupakan kota tertua di Indonesia. Dari hasil
penterjemahan prasasti tersebut diperkirakan palembang merupakan pusat kerajaan
pada zaman kerajaan Sriwijaya dimana isi dari sebagian prasasti kedukan bukit
tersebut menjelaskan bahwa pada tanggal 16 Juni tahun 682 Masehi ( tanggal 5
bulan ashada tahun 604 Saka ) telah dibentuk sebuah Wanua oleh seorang yang
bernama Dapunta Hyang di Muka Upang yang diartikan bagian dari kota Palembang.
Jadi tanggal tersebut merupakan patokan dari terbentuknya kota Palembang dengan
kata lain Hari jadi kota Palembang. Dan bila ingin melihat naskah asli tentang
kerajaan Sriwijaya silahkan lihat disini
Isi dari Prasasti Kedukan Bukit :
o1. svasti śrī śakavaŕşātīta 605 (604 ?) ekādaśī śu
klapakşa vulan vaiśākha d,,02.
dapunta hiya<m(>
nāyik di
03. sāmvau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa
vulan jyeşţha d,04.
dapunta hiya<m(>
maŕlapas dari minānga
tāmvan mamāva yam(05.
vala dualakşa dangan ko-
06. duaratus cāra di sāmvau dangan jālan sarivu
tlurātus sapulu dua vañakña dātam(07.
di mata jap
08. sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula….
laghu mudita dātam(09.
marvuat vanua …..
10. śrīvijaya jaya siddhayātra subhikşa .....
-
(Catatan: /v/ dalam bahasa Melayu modern menjadi /b/).
Terjemahan :
01. Selamat ! Tahun Śaka telah lewat
604, pada hari ke sebelas
02. paro-terang bulan Waiśakha Dapunta Hiyaŋ naik di
03. perahu "mengambil siddhayātra". Pada hari ke
tujuh paro-terang
04. bulan Jyestha Dapunta Hiyang bertolak dari Minanga
05. sambil membawa 20.000 tentera dengan perbekalan
06. sebanyak dua ratus (peti) berjalan dengan perahu dan
yang berjalan kaki sebanyak seribu
07. tiga ratus dua belas datang di Mukha Upaŋ
08. dengan sukacita. Pada hari ke lima paro-terang bulan
.........
09. dengan cepat dan penuh kegembiraan datang membuat
wanua (....)
10. Śrīwijaya menang, perjalanan berhasil dan menjadi
makmur senantiasa
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Kedukan_Bukit
Kota Palembang juga dipercayai oleh masyarakat melayu
sebagai tanah leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal
raja Melayu pertama yaitu Parameswara yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian
Parameswa meninggalkan Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke Tumasik dan
diberinyalah nama Singapura kepada Tumasik. Sewaktu pasukan Majapahit dari Jawa
akan menyerang Singapura, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka
disemenanjung Malaysia dan mendirikan Kerajaan Malaka. Beberapa keturunannya
juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan Narathiwat (sekarang wilayah
Thailand bagian selatan). Setelah terjadinya kontak dengan para pedagang dan
orang-orang Gujarat dan Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam
dan mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah.
Berbicara mengenai asal usul kota Palembang, memang tidak
bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan kerajaan Sriwijaya, yang pernah
menjadikan kota Palembang sebagai ibukotanya. Kejayaan Sriwijaya seolah-olah
diturunkan kepada Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya sebagai
kesultanan yang disegani dikawasan Nusantara. Palembang pernah berfungsi
sebagai pusat kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 (tahun 683 Masehi) hingga
sekitar abad ke-12 di bawah Wangsa Sailendra/Turunan Dapunta Salendra dengan
Bala Putra Dewa sebagai Raja Pertama. Pada abad ke-17 kota Palembang menjadi
ibukota Kesultanan Palembang Darussalam yang diproklamirkan oleh Pangeran Ratu
Kimas Hindi Sri Susuhanan Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul
Iman (atau lebih dikenal Kimas Hindi/Kimas Cinde) sebagai sultan pertama
(1643-1651), terlepas dari pengaruh kerajaan Mataram (Jawa). Tanggal 7 Oktober
1823 Kesultanan Palembang dihapuskan oleh penjajah Belanda dan kota Palembang
dijadikan Komisariat di bawah Pemerintahan Hindia Belanda (kontrak terhitung 18
Agustus 1823), dengan Commisaris Sevenhoven sebagai pejabat Pemerintah Belanda
pertama. Kemudian kota Palembang dijadikan Gameente/haminte berdasarkan stbld.
No. 126 tahun 1906 tanggal 1 April 1906 hingga masuknya Jepang tanggal 16
Februari 1942. Palembang Syi yang dipimpin Syi-co (Walikota) berlangsung dari
tahun 1942 hingga kemerdekaan RI. Berdasarkan keputusan Gubernur Kdh. Tk. I
Sumatera Selatan No. 103 tahun 1945, Palembang dijadikan Kota Kelas A.
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 948, Palembang dijadikan Kota Besar.
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 1965, Palembang dijadikan Kotamadya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tanggal 23 Juli 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Palembang dijadikan Kotamadya Daerah
Tingkat II Palembang.
Sumber : http://infokito.wordpress.com/2007/07/15/mengenal-kota-palembang/
Melihat Sumatera Selatan dari
Potret Sejarahnya
OPINI | 14 November 2011 | 00:45
Dibaca: 512
Komentar: 2
1 dari 1 Kompasianer menilai menarik
Saya selaku penulis hanya menuliskan
beberapa pandangan saya terhadap berbagai, ruang publik yang menyita perhatiaan
sebagai seorang jurnalis muda tidak banyak yang dapat saya argumentasikan
disini tapi kiranya dapat sedikit memberi wawasan terhadap persepsi orang di
kota yang cahaya kilauanya tak pernah surut dari perhatian khlayak ramai,
Gelora Sriwijaya Sumatera Selatan.
Semuanya bermula dari sini kota
dimana saya dilahirkan kota yang dijuluki Venice of the East (bahasa Indonesia:
“Venice dari Timur”)[i]. kota yang kini menjadi pusat ribuan mata
se Asia Tenggara tertuju, karena dikota inilah pembukaan ceremony seagames
ajang perhelatan akbar olahraga se Asia tenggara di gelar dikota tua tempat
kerajaan sriwijaya bersemayam dengan kejayaan kerajaan maritim yang takkan
terlupakan masa lalunya, kota yang menyimpan banyak cerita tentang kejayaan
serta kekuasaan dimasa lalunya itu baik dimasa hindu, budha, serta islam di
pelosok sumatera selatan hingga ke masa dimana penjajahan kolonial belanda,
Sejarahnya, Pada tahun 1896 M,
sarjana Jepang Takakusu menerjemahkan karya I-tsing, Nan-hai-chi-kuei-nai
fa-ch‘uan ke dalam bahasa Inggris dengan judul A Record of the Budhist
Religion as Practised in India and the Malay Archipelago. Namun, dalam buku
tersebut tidak terdapat nama Sriwijaya, yang ada hanya Shih-li-fo-shih. Dari
terjemahan prasasti Kota Kapur yang memuat nama Sriwijaya dan karya I-Tsing
yang memuat nama Shih-li-fo-shih, Coedes kemudian menetapkan bahwa, Sriwijaya
adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan[ii].
Jelas bangga sebagai pemuda sumatera
selatan khususnya, dimana buminya kupijak dan langitnya menjadi atap tempatku
berlindung ini, menyimpan sebuah kekayaan khasanah lokal dan sejarah yang
seharusnya ,menjadi warisan budaya. maka dari itu aku mencoba merekontruksi
kembali sesuatu yang hilang dari ingatan kota ku, asal mula kata palembang
mungkin tidak banyak orang sumatera selatan sendiri tahu akan arti atau asal
mula kata palembang, tersebut
meskipun shakes phare pernah mengatakan
apalah arti sebuah nama tapi sebagai tempat kelahiran serta penerus bangsa
sudah seyogyanya kita tahu, arti asal usul kota kita
zaman dahulu Pulau sumatera di kenal
sebagai Pulau emas atau dalam Bahasa Sanskerta disebut Swarnadwipa,
mungkin inilah yang mendasari penamaaan sebuah hotel di sumatera selatan ,
sebagai hotel swarnadwipa berlandaskan nilai historisnya orang sumatera percaya
bahwasanya daerah yang subur ini merupakan tanahnya emas berada,
- minangkabau menamakan pulau
sumatera dengan sebutan Pulau ameh yang berarti Pulau emas, hal ini di
dasari dari cerita rakyat di minangkabau. dijumpai dalam cerita Kaba
Cindua Mato
- dalam cerita rakyat lampung
pulau sumatera disebut sebagai tanoh mas yang artinya tanah emas
- seorang bikhsu cina yang sedang
melakukan perjalanan keindia yang bernama I-Tsing menyebutkan Sumatera
dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”
- dalam Naskah buddha yang
termasuk dari salah satu naskah buddha yang paling tua yaitu kitab jataka
menceritakan pelaut india menyeberangi teluk benggala ke
suarnabhumi/suarnadwipa
- Dalam cerita Ramayana
dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke
Suwarnadwipa
- Para musafir Arab menyebut
Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari
nama Suwarnadwipa
- Abu Raihan Al-Biruni, ahli
geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa
negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib
- Di kalangan bangsa Yunani
purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Naskah Yunani tahun
70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga
dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’
- pada naskah Historia Naturalis
karya Plini abad pertama Masehi. Sejak zaman purba para pedagang dari
daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatera.
Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan dan kapur barus
Menarik sekali bagaimana pada zaman
dahulu dunia mengenal Sumatera sebagai “Pulau emas” lalu kembali ke pokok
pembahasan kita kali ini yaitu asal nama kota palembang yang berasal dari kata
melimbang atau mendulang emas. jadi pada masa sebelum Palembang memiliki sebuah
nama. Melimbang emas adalah mata pencaharian sebagian besar masyarakat
Palembang. dan seperti yang kita ketahui Pa dalam Bahasa melayu memiliki arti
tempat maka lahirlah kata palimbang yang artinya tempat mendulang emas.
Palembang
Berasal dari Kata Pai lian Bang
Dalam perjalanan dakwahnya, Sunan
Gunung Jati telah sampai ke negeri Cina, Disana beliau membuka praktek sistem
pengobatan. Setiap yang datang berobat diajarinya berwudhu dan sholat. Orang
cina kemudian mengenalnya sebagai sinshe dari jawa yang sakti dan berilmu
tinggi. Akhirnya banyak diantara penduduknya memeluk Islam, termasuk seorang
menteri Cina bernama Pai Lian Bang. Bahkan Kaisar Cina meminta Sunan Gunung
Jati untuk menikahi putrinya yang bernama Ong Tien. Sunan Gunung Jati tidak mau
mengecewakan sang kaisar, maka pernikahan tersebut dilangsungkan, kemudian ia
pulang ke Jawa beserta Ong Tien.
Keberangkatannya ke Jawa dikawal dua
Kapal Kerajaan yang dikepalai murid Sunan Gunung Jati, Pai Lian Bang. Kapal
yang ditumpangi oleh Sunan Gung Jati berangat lebih dahulu dan singgah di
Sriwijaya karena tersiar kabar bahwa adipati Sriwijaya yang berasal dari
Majapahit bernama Ario Damar atau Ario Abdillah (nama Islamnya) telah meninggal
dunia. Makam beliau dapat kita lihat sampai sekarang di Jalan Ariodillah
Palembang. Sedangkan Ario Abdillah ini adalah anak tiri dari Fatahillah.Karena
kedua putra dari Ario Abdillah telah menetap di Jawa, maka Sunan Gunung Jati
mengharapkan agar rakyat Sriwijaya berkenan mengangkat Pai Lian Bang sebagai
adipati supaya tidak ada kekosongan kepemimpinan. Pai Lian Bang tidak menolak
atas pengangkatannya, ia berkata : ”…seandainya bukan Sunan Gunung Jati sebagai
guruku yang menyuruhku, maka aku tidak akan mau diangkat menjadi adipati…”.
Dengan bekal ilmu selama menjadi
menteri di Cina, Pai Lian Bang berhasil membangun Sriwijaya. Pesantren dan
madrasah benar-benar dikembangkannya dan beliau menjadi Guru Besar dlam Ilmu
Ketatanegaraan. Murid-muridnya cukup banyak yang datang dari Pulau Jawa dan
Sumatera termasuklah seorang cucu Sunan Gunung Jati dari Putrinya Panembahan
Ratu yang dinikahi oleh Danuresia (Empu Eyang Dade Abang) yang bernama Syaikh
Nurqodim al Baharudin (di sumsel dikenal dengan Puyang Awak). Pada akhirnya
setelah Pai Lian Bang wafat, Sriwijaya diganti nama menjadi PALEMBANG yang
diambil dari nama PAI LIAN BANG
Palembang
Berasal dari kata Pa dan Lembang
yang ketiga asal nama kota
palembang bersalah dari kata “pa” dan “lembang” secara pribadi saya lebih
menyukai teori ini terlepas dari benar atau salah nya teori ini dan bukan tanpa
alasan saya lebih condong menyukai teori ketiga ini, saya akan coba paparkan
alasan mengapa saya lebih menyukai teori in, hal pertama yang ada di pikiran
saya, kapan nama palembang ini terlahir, semasa Kerajaan Sriwijaya berjaya kah,
atau setelah Kerajaan Sriwijaya Runtuh atau bahkan sebelum Kerajaan Sriwijaya
ada, nama Palembang ini sudah lebih dulu ada. ini merupakan hal yang sangat
sulit dikarnakan tidak adanya peninggalan peninggalan zaman dahulu yang
mengarah ke arah ini, dari pertanyaan kapan ini lah, saya menyusuri jejak
sejarah saat dimana saja nama palembang disebutkan, akhirnya saya menemukan
sebuah kronik Chu-fan-chi yang bersumber dari cina karya Chau Ju-kua pada
tahun 1225 berita dari cina inilah yang paling dahulu menyebutkan kata
palembang
Pa-lin-fong
(Palembang), adalah salah satu bawahan dari kerajaan San-fo-tsi
seperti yang sudah kita ketahui bersama san-fo-tsi
adalah nama lain dari Sriwijaya. jadi Palembang adalah bawahan dari Sriwijaya
sejak tahun 1225. ini pun tidak memuaskan rasa penasaran saya akan kapan kata
Palembang ini ada. pertanyaan akan kapan ini pun terpaksa saya hentikan sampai
disini.
Lalu saya melirik sebuah teori yang
mana menyebutkan bahwa palembang berasal dari kata melimbang emas, yang memang
benar bahwa negri sriwijaya dahulu nya kaya akan emas. jikalau hal ini benar
lalu kenapa hanya palembang yang dijadikan nama daerah sedangkan sudah kita
ketahui bersama pulau sumatera adalah swarnadwipa bukan hanya daerah palembang
saja. seperti yang telah saya sebutkan diatas, minagkabau, lampung juga adalah
daerah yang dikenal dunia zaman dahulu sebagai pulau emas. hal ini lah yang
membuat saya mengesampingkan teori nama palembang berasal dari kata melimbang
emas.
lalu ada pula sebuah versi cerita
yang menyebutkan kalau palembang berasal dari nama sebuah adapita cina yang
sempat memerintah setelah wafatnya adipati ario damar yaitu pai lian bang lalu
pai lian bang wafat kemudian diabadikan nama nya menjadi nama daerah yang di
pimpinnya kamudian akhirnya bernama palembang. apakah ini juga benar, kita sama
sama tidak mengetahuinya dengan jelas. saya kembali teringat akan sebuah
prasasti yang teramat penting bagi sejarah Kerajaan Sriwijaya, yaitu Prasasti
kedukan bukit.
tanggal 23
April 683 dapunta hiyang naik ke perahu mengambil siddhayatra. 19 Mei 683
Dapunta Hiyang berlepas dari minanga membawa 20.000 bala tentara dengan perbekalan
200 peti di perahunya. Rombongan pun tiba di Mukha Upang dengan suka cita. 17
Juni 683 Dapunta Hyang datang membuat wanua
wanua disini diartikan oleh sebagian para sejarawan
adalah sebagai wilayah permukiman, yang kemungkinan besar itu adalah permukiman
cikal bakal nya masyarakat palembang pada saat ini, lalu apakah permukiman yang
dibuat oleh dapunta Hyang pada saat itu memang belum juga memiliki nama.
sekarang kita lihat keadaan daerah
palembang pada masa dahulu, palembang pada masa dahulu adalah merupakan sebuah
wilayah berawa atau tanah yang tergenang air, ini dibuktikan pada data
statistik pada tahun 1990, bahwa masih terdapat 52,24% tanah yang tergenang di
kota Palembang. itu di tahun 1990 apalagi pada zaman dahulu. dari sinilah saya
secara pribadi menyukai teori bahwasaya Palembang itu berasal dari kata “pa”
dan “lembang” yang dalam bahasa melayu artinya “daerah rembasan air” kebiasaan
dari kita jikalau belum mengetahui nama suatu daerah hal pertama yang akan kita
sebutkan adalah bentuk atau ciri ciri lokasi tersebut yang akan kita sebutkan.
saya beri sebuah contoh misalkan kita hendak menuju ke suatu tempat lalu dalam
perjalanan kita lupa jalan mana yang seharusnya kita lalui, hingga pada
akhirnya kita tersesat, merasa bingung ada dimana kita lalu menelpon teman kita
yang kebetulan tinggal di daerah dekat situ, teman kita bertanya “kamu sekarang
dimana” lalu kita menjawab “nga tahu dimana pokok nya banyak pohon besar di
sekitar saya dan daerah nya tergenang air” hal ini membuktikan bahwa manusia
yang belum mengenal suatu daerah kemungkinan besar akan menyebutkan ciri ciri
daerah yang di lihatnya.
Asal nama Palembang yang berasal
dari kata “pa” dan “lembang” ini juga di lihat dalam kamusnya ‘A Malay English
Dictionary’ yang dikeluarkan di Singapore tahun 1903 menyebutkan bahwa lembang
adalah tanah yang berlekuk, tanah yang rendah, akar yang membengkak karena
terendam lama di dalam air. Menurut Kamus Dewan (karya Dr. T.Iskandar, Dewan
Bahasa dan Pustaka, 1986), lembang berarti lembah, tanah lekuk, tanah yang
rendah. Untuk arti lain dari lembang adalah tidak tersusun rapi,
terserak-serak. dan dalam bahasa Melayu, lembang berarti air yang merembes atau
rembesan air. Arti Pa atau Pe menunjukkan keadaan atau tempat.
Jelaslah sudah bagi saya, bahwa Palembang berasal dari kata Pa dan Lembang yang
dinamai sesuai dengan keadaan daerah tersebut pada zaman dahulu[iii]
Berdasarkan pertimbangan latar
belakang sejarah serta banyaknya ragam peninggalan budaya masa lampau di
Palembang, pengelolaan sumber daya budaya, dan daerah kunjungan wisata
(khususnya wisata sejarah dan wisata ziarah), saya mencoba mengali,menghidupkan
kembali rangkaian cerita yang terpendam tentang kota palembang melalui untaian
kata yang sebenarnya tidak hanya cukup ditulis, perparagraf atau per baris
kalimat, karena banyaknya kisah yang harus saya angkat mengenai ruang pubik
dikota palembang yang memiliki nilai sejarah, tak kenal maka tak sayang
terlepas anda berada di kota mana,
Bahkan ada pernyataan ekstrim yang
mengatakan bahwasanya : “Seharusnya Sriwijaya telah Menjadi Daerah Istimewa,
seperti Yogyakarta dan aceh ? mungkin penulis tidak dapat berkata banyak dalam
ranah ini, setidaknya penulis telah mencoba sedikit mengugah pemuda se sumatera
akan sadar tentang kesadaran akan kotanya masing masing
Heritage of Mosque, Masjid Masjid
Tua
kota palembang dikenal pula sebagaai
kota dengan masjid masjid tuanya yang bersejarah heritage of mosque ditinjau
dari beberapa aspek, ruang publik tidak hanya sebatas taman kota tetapi saya
nilai ada beberapa tempat yang angkat di artikel ini, yang pertama masjid
terbesar dan bersejarah di Palembang, terlepas dari kota palembang yang dahulunya
menyimpan kekuatan maritim terbesar dimasa kerajaan Sriwijaya, yang hingga
detik ini pusat kerajaan sriwijaya belum pasti keberadaanya,
ada beberapa sumber yang menyatakan
keberadaan kota palembang sebagai pusat kerajaan sriwijaya salah satunya melalui
Prasasti telaga batu yang akan kita bahas juga didalam artikel ini, yang
mendukung keberadaan Palembang sebagai pusat kerajaan adalah prasasti Telaga
Batu. Prasasti ini berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada
tujuh kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut
kecil tempat keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini
digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon
pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke
batu dan keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara
persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan.
Karena ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918 M, maka diduga kuat
Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.
Masjid Agung Palembang, di masa lalu
masjid ini dulunya dikenal dengan nama Masjid Sultan yang lokasi bangunanya
terletak di “Pulau” yang dikelilingi sungai, sebelah selatan sungai
musi, sebelah barat sungai sekanak,sebelah timur sungai tengkuruk, dan sebelah
utara sungai kapuran, ada mitos mengatakan bahwasanya dulunya seputar masjid
agung itu sungai dan pada zaman kolonial belanda sungai tersebut ditimbun hinga
akhirnya permukaan dasar sungai sungai pun, tertutup oleh timbunan tanah yang
akhirnya, menjadi suatu dataran yang kini jalan tersebut menjadi salah satu
jalan protokol di palembang, peletakan batu pertama pembangunan masjid ini
dilakukan oleh Sultan Mahmud Badaruddin 1,
Puncak masjid agung berbentuk atap
mustaka / kepala. Bentuk mustaka yang terjurai ini melengkung ke atas keempat
ujungnya menyerupai bentuk atap pada bangunan cina. Menara pertama dibangun
pada bagian kiri masjid arah selatan ( jalan merdeka) pada tahun 1753 dengan
ukuran tinggi 30 meter dan garis tengah 3 meter, pada tahun 1897 dibawah
kepemimpinan pangeran penghulu nata agama karta mangala mustofa ibnu raden
kamludin, masjid telah diperluas. Pada tahun 1930, perluasan masjid juga
dilakukan dan dipimpin oleh hopa penghulu KI Agus Nang Toyib dkk. Pada tanggal
2 januari 1970, menara kedua dibangun yang berbentuk persegi 12 dan dengan
ketinggian 45 meter. Bangunan tersebut dibiayai oleh pertamina dan diresmikan
pada tanggal 1 februari 1971,
Masjid Agung Masa kini, bangunan
utama masjid agung yang dibangun oleh masa Mahmud Badaruddin 1 masih tetap
berdiri sebagaimana aslinya, sejak tahun 2000 masjid ini direnovasi dan selesai
pada tanggal 16 Juni yang diresmikan oleh Presiden RI HJ Megawati Soekarno
Putri, pada saat ini kita sudah dapat melihat kemegahan Masjid agung yang
seluruhnya dibatasi jalan, dihalaman masjid dapat kita lihat taman yang
diantaranya ditanami beberapa buah pohon kurma, serta jam matahari buatan belanda.
Masjid Merogan & Masjid lawang Kidul
Kedua Masjid ini dibangun dalam waktu hampir bersamaan
pada tahun 1310 H oleh Kyai Merogan (MGS.H.Abdul Hamid bin Mgs, Mahmud) denagn
menggunakan biaya sendiri. Sebagai seorang ulama yang memiliki pandangan kedepan
beliau mendirikan rumah Allah dengan membuat pernyataan tertulis disebut “Najar
Mujai Lillahi Ta’ala” naskah tersebut teranggal 6 syawal 1310.
Masjid ki merogan berada di tepian Sungai Ogan
kecamatan kertapati sedangkan Masjid lawang kidul berada di tepi sungai Musi
daerah seberang ilir kelurahan 5 ilir. Kedua bentuk masjid ini serupa sekalipun
pendiri kedua masjid itu wafat tetapi sampai dengan saat ini tetap ramai
dikunjungi oleh orang karena makam beliau di lokasi Masjid ki Merogan dianggap
keramat dan ada beberapa kisah menarik pada saat beliau masih hidup.
Kisah Anak Yatim
Pada suatu hari kala itu beliau masih berada di mekkah
menuntut ilmu berkatalah bahwa dia akan kembali ke Indonesia untuk mengurus
anak yatim, Anak yatim yang dimaksud adalah Masjid Merogan dan Masjid lawang
Kidul
Kisah tentang Ikan
Seorang pedagang ikan dari Oki membawa ikan untuk
dijual di pasar ikan di palembang. Mendekati kota palembang, si pedagang
tiba-tiba melihat ikanya dalam keadaan mati dan dia akan mengalami kerugian
yang cukup besar, tiba tiba ia teringat akan kemasyuran KI Merogan untuk
meminta nasehat, setelah tiba belum sempat, si pedagang berkata, Sang Kyai
menegur, kisanak ikan-ikan yang berada di perahumu tidaklah mati, insya Allah
ikanmu hidup, juaalah ke pasar dan hiduplah serta peliharalah keluargamu baik
baik. Benar saja tiba di perahu dilihatnya ikan yang dibawanya dalam keadaan
hidup, cerita lain tentang ikan dari seorang penduduk yang ingin membuktikan
kekramatan KI Merogan dengan melepas se ekor ikan besar sambil berucap “ hai
ikan pergilah engkau menemui ki merogan di masjid merogan”, sebelum sempat
mengutarakan maksudnya Sang kyai menyapa lebih dulu dan berkata kirimanya sudah
diterima
Zikir Merogan
Beliau mengajarkan zikir dengan cara unik yaitu bila
beliau mengajar ke masjid lawang kidul atau sebaliknya mengunakan perahu sambil
berkayuh inilah kyai mengajak murid muridnya bersama sama mengucapkan zikir
berulang ulang dan maklumlah penduduk sekitarnya
Masjid Al Mahmudiyah, Masjid Suro
Terletak di kelurahan 30 ilir Kecamatan Ilir Barat II
wilayah Suro, oleh karena itu masjid tersebut dinamakan masyarakat disekitar
lingkungan itu Masjid Suro yang sekarang , sejak tahun 2001 atas kesepakatan
pengurus berganti nama masjid Al mahmudiyah, Masjid ini dibangun oleh Alm. Ki H
Abdurrahman Dalamat pada tahun 1310 H (1898 M), Tiang penyangga masjid ini
dibuat dari kayu bulat tinggi dan lebar yang sampai saat ini masih tetap kokoh.
Masjid yang dibangun dengan gotong royong karena tidak
ada biaya konon menurut cerita Ki. H. Abdurrahman Dalamat sholat tahajud dan
berdoa meminta rizki dan pada kenyataanya setelah selesai berdoa telah ada uang
dibawah sejadah, uang tersebut dipergunakan beliau untuk pembangunan masjid
ini,
Kisah semasa kecil ayahku di Masjid Suro,
Sepenggal masa kecil ayahku,
semenjak kecil ia dibesarkan di daerah suro ini ia teringat betul akan bayang
bayang dirinya yang semenjak kecil, berani ke atas menara yang bagi anak se
usianya terbilang tinggi berdiri di ketinggian tersebut untuk menyuarakan
pangilan beribadah Adzan yang hingga saat ini ia menginggatnya,
Pemprov Sumsel dari tahun ke tahun
terus berbenah dari hanya sebuah kota yang tidak dikenal hingga jadi
pembicaraan disetiap kota bahkan mancanegara, sebagai kota yang memiliki aset
wisata serta kekayaan sejarah yang tak ternilai harganya, historia vitae
magistra tetapi sayang meskipun dikota metropolitan ini terus mengalami
kemajuan dibidang infrastruktur tetapi penulis masih menjumpai suatu tempat
kurang terawat serta terjaga kelestarianya banyak nilai nilai sejarah, dari
suatu tempat hilang tergerus arus globalisasi, baik itu dari kesadaran
masyarakat atau kesadaran individunya , contohnya terdapat pada ruang publik
yang menyimpan sejarah tekstil di sumatera ini, salah satunya museum tekstil
yang akan menjadi sebuah hotel , museum tekstil sendiri seharusnya cagar budaya
yang bernilai sejarah, budaya dan ekologis, Pemprov Sumsel sampai saat ini
belum mengusulkan Museum Tekstil sebagai benda cagar budaya sesuai amanah UU
No10/2011 tentang Cagar Budaya, masyarakatpun se akan lupa hal ini ,pemerintah
yang yang seharusnya ikut melindungi, warisan bangsa bagi anak cucu kita, sibuk
dibalik suksesnya hingar bingar kemeriahan Sea games serta kilauan cahaya
kembang api yang memerahkan langit Palembang dimalam Ceremony Seagames2011
yang jadi pertanyaan penulis apakah
suatu tempat akan tetap bernilai historis jika pengunaanya telah dirubah?
sejarahnya Museum Tekstil itu sendiri atau gedung Eks BP7 itu telah dibangun
pada masa kolonial Belanda untuk kantor gubernur Pemerintahan Hindia Belanda di
wilayah Sumatera Bagian Selatan. Dalam perjalanan waktu, gedung ini
dimanfaatkan pula menjadi berbagai kantor. Pada 1961 menjadi kantor Inspektorat
Kehakiman, kemudian sebagai rumah dinas KejaksaanTinggi Sumsel, rumah ketua DPRD
Sumsel, kantor Pembantu Gubernur, kantor Badan Kepegawaian Daerah, kantor
BP7, dan terakhir sebagai Museum Tekstil Palembang.
Jadi “Tidak beralasan jika di
kawasan Museum Tekstil dibangun hotel, mengingat bahwasanya kekhasan tenunan
palembang tersimpan didalamnya, contohnya saja songket telah banyak menarik
mata dunia, bahwasanya aset negara adalah warisan budaya dan harus
dipertahankan siapa yang tidak tahu songket palembang?, ironis, memikirkan
pelestarian budaya yang terlupakan.
penulis hanya ingin membuka mindset
bahwasanya jika benar peruntukan hotel tersebut ialah agar dapat terus menjaga
kelestarianya apakah keuntungan dari, hotel tersebut akan masuk ke kas negara
atau daerah,? jika tidak ada sebaiknya lebih diperuntukan bagi kepentingan
umum, agar generasi kita kedepan tahu bahwasanya kota ini memiliki suatu museum
tenun atau tekstil di daerahnya,
hingga saat ini penulis belum tahu
alasan jelas, yang mendasari pembangunan hotel di lahan museum tersebut. Semoga
pemerintah sadar akan nilai arti nilai sejarah dari suatu tempat, mekipun itu
ruang publik umum, seperti kata bung karno JAS MERAH “Jangan sekali kali
melupakan sejarah”. Semoga sekedar tulisan kecilku dapat menyadarkan serta
menginspirasi teman-teman baik yang sebagai jurnalis maupun masyarakat umum.
Selain itu yang menjadi ciri khas
kotaku ya kulinernya yang jadi bahan candaan jika akan menyantap kuliner satu
ini, yang dikenal dipelosok nusantara.” orang palembang aja bisa makan kapal
selam” , hee… pempek kapal selam sebutan untuk pempek besar yang isinya
telur didalamnya, mungkin dalam pembuatanya direbus jadi orang-orang
menyebutnya sebagai pempek kapal selam.
Taman kota ku, dari saat ku kecil hingga beranjak
dewasa
Tempat yang kulintasi dulu kini
telah berubah , dari kecil aku telah terbiasa untuk melintasi kambang iwak yang
dulunya tidak seindah ini, yaa dulu aku sering kerumah saudari ayahku, penulis
memangilnya dengan sebutan mamak hang tuah di jln hang tuah rumah yang hingga
saat ini arsiteturnya masih peninggalan belanda, saat melintas di tempat itu,
kini dan sekarang pengunaan taman tersebut tidak jauh berbeda tetapi kini raut
wajahnya jauh lebih berbeda, sampai saat sekarang penulis belum tahu arti
secara harfiah kambang iwak, tetapi secara etimologisnya penulis tahu
bahwasanya kambang itu sama dengan kolam dan iwak itu maksudnya ikan, hingga di
sebutlah kambang iwak, pada awalnya pembangunan kambang iwak ini di bendung
atau di bangun oleh pemerintahan kolonial belanda untuk membuat suatu tempat
persediaan air hingga akhirnya pengunaan kolam tersebut dialihfungsikan sebagai
taman kota seperti saat ini, perubahan nama kambang iwak menjadi KIF kambang
iwak family park
Pepohonan besar berusia tua membuat
suasana sejuk semakin terasa. Apalagi, adanya kawasan Kambang Iwak yang menjadi
tempat orang berolahraga dan anak-anak muda kongkow-kongkow di malam hari. Ada
beberapa tempat makan, seperti kafe dan restoran, yang menyajikan makanan khas
Palembang ataupun makanan yang tak asing lagi di lidah orang Palembang.
Mengamati bangunan-bangunan di kawasan
ini akan tertegunlah mata kepada betapa indahnya bangunan peninggalan Belanda
tersebut. Terutama, halamannya yang luas dengan hamparan rerumputan hijau dan
taman nan indah semakin menguatkan kawasan ini sebagai kawasan publik yang
sayang dilewatkan bila berkunjung ke Palembang.
Menelusuri jalan merdeka,
Kantor Pos Pusat Palembang berbentuk
sama dengan kantor pos lain di Indonesia. Bangunan ini sudah cukup berumur.
Berjalan ke arah Sungai Musi, akan terlihat Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
yang super besar. Perpaduan arsitektur Melayu dan kolonial Belanda. Ada benteng
Kuto Besak dengan dinding sangat kokoh bercat putih. Halamannya tentu sangat
luas.
Selain itu, ada lagi
bangunan-bangunan perkantoran yang juga bergaya arsitektur kolonial. Ciri-cirinya
sama. Dinding kokoh, pintu dan jendela besar-besar, dengan atap yang berbentuk
limas.
hal inilah yang membuat ketertarikan
ku dibidang jurnalistik sejak setahun ku tekuni di lembaga pers mahasiswa media
sriwijaya bertahan, penulis ber inisiatif membangkitakan jiwa pemuda lainya
tidak hanya sebagai sebagai aktivis pers mahasiswa yang berbeda dengan aktivis
mahasiswa biasa karena jika sebagai aktivis mahasiswa melakukan perubahan
dengan berbagai aksi protesnya, maka aktivis pers mahasiswa melakukan perubahan
lewat tulisannya, dari apa yang diangkatnya. Sudah barang tentu tulisan yang
dihasilkan harus memberikan kritik solutif, dengan rentetan solusi, jadi tak
sebatas hujatan semata.
dalam retropeksi, saya bersyukur bisa
mendokumentasikanya didalam untaian kata yang bernilai sejarah, setidaknya
inilah salah usaha anak daerah dalam menghidupkan kembali nilai-nilai sejarah
yang kini kian memudar di mata anak bangsa!,
maka dari itu izinkan saya mengucapkan terima kasih
kepada sejumlah nama yang mendorong dan membantu saya menulis artikel ini, yang
memancing saya untuk berfikir tentang kepenulisan public space (ruang publik)
dikotaku, terutama ONOF Indonesia sesuai taglinenya Ideas Meet Oppurtunities,
serta beberapa kerabat dekat saya rahman arief, serta kusuma dyah tantri yang
setia menemani saya ,juga tiada hentinya memotivasi,untuk mengali nilai-nilai
sejarah yang terdapat pada tempat yang kami singgahi,