Kamis, 14 Februari 2013

Pengertian Shalat


   Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology
/ istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88)
Adapun secara hakikinya ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau “mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya” (Hasbi Asy-Syidiqi, 59)
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Bashari Assayuthi, 30)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan denga perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.

Sejarah Tentang Diwajibkan Shalat

    Perintah tentang diwajibkannya mendirikan shalat tidak seperti Allah mewajibkan zakat dan lainnya. Perintah mendirikan shalat yaitu melalui suatu proses yang luar biasa yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW yaitu melalui Isra dan Mi’raj, dimana proses ini tidak dapat dipahami hanya secara akal melainkan harus secara keimanan sehingga dalam sejarah digambarkan setelahnya Nabi melaksanakan Isra dan Mi’raj, umat Islam ketika itu terbagi tiga golongan yaitu, yang secara terang – terangan menolak kebenarannya itu, yang setengah – tengahnya dan yang yakin sekali kebenarannya.
Dilihat dari prosesnya yang luar biasa maka shalat merupakan kewajiban yang utama, yaitu mengerjakan shalat dapat menentukan amal – amal yang lainnya, dan mendirikan sholat berarti mendirikan agama dan banyak lagi yang lainnya.

Tanbihun


hukum-hukum Islam yang lima ;
  1. Wajib, yaitu :  Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan mendapatkan siksa. Seperti shalat fardhu, puasa ramadhan, mengeluarkan zakat, haji dan lainnya. Wajib ini menunjukkan perintah yang tetap.
  2. Sunnah, yakni : Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Seperti shalat tahiyyatul masjid, shalat dhuha, puasa senin-kamis dan lainnya. Sunnah ini menunjukkan perintah yang tidak tetap.
  3. Haram, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat siksa. Seperti minum arak, berbuat zina, mencuri, dan lain sebagainya. Haram ini menunjukkan larangan yang tetap.
  4. Makruh, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapat siksa. Seperti mendahulukan yang kiri atas kanan saat membasuh anggota badan dalam wudhu. makruh ini menunjukkan larangan yang tidak tetap.
  5. Mubah, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama saja tidak mendapat pahala atau siksa. Seperti makan, minum. Mubah ini tidak menunjukkan perintah yang tetap atau yang tidak tetap. dan tidak menunjukkan larangan tetap atau laraangan tidak tetap.(zid)

Tanbihun – Melanjutkan pembahasan tentang Definisi Hukum Syara’, Akal dan Adat , diteruskan dengan penjelasan definisi Ahkamul khamsah atau hukum-hukum Islam yang lima ;
  1. Wajib, yaitu :  Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan mendapatkan siksa. Seperti shalat fardhu, puasa ramadhan, mengeluarkan zakat, haji dan lainnya. Wajib ini menunjukkan perintah yang tetap.
  2. Sunnah, yakni : Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa. Seperti shalat tahiyyatul masjid, shalat dhuha, puasa senin-kamis dan lainnya. Sunnah ini menunjukkan perintah yang tidak tetap.
  3. Haram, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat siksa. Seperti minum arak, berbuat zina, mencuri, dan lain sebagainya. Haram ini menunjukkan larangan yang tetap.
  4. Makruh, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala, dan apabila dikerjakan tidak mendapat siksa. Seperti mendahulukan yang kiri atas kanan saat membasuh anggota badan dalam wudhu. makruh ini menunjukkan larangan yang tidak tetap.
  5. Mubah, yaitu ; Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama saja tidak mendapat pahala atau siksa. Seperti makan, minum. Mubah ini tidak menunjukkan perintah yang tetap atau yang tidak tetap. dan tidak menunjukkan larangan tetap atau laraangan tidak tetap.(zid)

sunnah


Ada semacam kerancuan di kalangan kaum muslimin mengenai makna ‘sunnah’. Apabila ada orang yang menyeru, “hendaknya kita itu berpegang teguh terhadap Al-Quran dan Sunnah!”. Orang awam akan bergumam, “gimana,  sih? Kok, cuma sunnah aja, yang wajibnya ditinggalin?”  Padahal, kalimat sunnah ini mempunyai banyak makna. Keduanya, mengartikan sunnah dari sudut pandang yang berbeda.
Setelah buka-buka kamus bahasa arab ‘Al-Muhith’, tenyata makna ‘sunnah’ ialah thariqah atau sirah. Kalau dalam bahasa Indonesia berarti jalan atau cara hidup. Ada juga yang mengartikan ‘al-ibtida’ fil amr’ atau memulai sesuatu. Makna ini berasal dari hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kitab Shohih Muslim, hadis no. 1017, mengenai anjuran bersedekah.
Adapun secara istilah, pengertian sunnah berbeda-beda. Istilah ahli Fiqh berbeda dengan ahli Hadis, ahli Ushul Fiqh juga berpendapat lain. Ibn Mandhur dalam karangannya ‘Lisanul ‘Arab’ (kamus yang paling terkenal di dunia Islam) menyebutkan begini, “kata ‘sunnah’ disebut berulang-ulang dalam hadis, yang berarti cara dan jalan hidup. Tapi kalau di dalam syariat, yang dimaksud sunnah ialah perkataan maupun perbuatan yang diperintahkan, atau yang dilarang, atau yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan belum tertuang di dalam Al-Quran. Jadi, bisa dikatakan dalil-dalil syar’i itu berasal dari Al-Quran dan Sunnah, yang dimaksud ialah Al-Quran dan Hadis.” (Lisanul ‘Arab, Jilid 13, Hal 220, asal kata: سنن).
Menurut ahli Hadis, kata ‘sunnah’ bermakna: segala peninggalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, keputusan, maupun sifat. Sedangkan para ahli Ushul Fiqh mengartikannya sebagai segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, maupun keputusan yang bisa dijadikan dalil suatu hukum syar’i.  Jadi, para ulama Ushul Fiqh tidak menganggap sifat Nabi itu sunnah dan mensyaratkan sunnah ialah sesuatu yang bisa dijadikan dalil hukum syar’i bukan yang lain.
Sementara itu, sunnah menurut para ulama Fiqh ialah segala sesuatu yang jika dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Atau juga bisa diartikan, segala sesuatu yang diperintahkan, tapi perintah tersebut tidak absolute(harus dikerjakan). Inilah arti sunnah yang biasa dipahami oleh kita orang Indonesia.

sunnah


Pengertian ‘Sunnah’

OPINI | 21 September 2012 | 14:59Dibaca: 1841   Komentar: 0   Nihil
Ada semacam kerancuan di kalangan kaum muslimin mengenai makna ‘sunnah’. Apabila ada orang yang menyeru, “hendaknya kita itu berpegang teguh terhadap Al-Quran dan Sunnah!”. Orang awam akan bergumam, “gimana,  sih? Kok, cuma sunnah aja, yang wajibnya ditinggalin?”  Padahal, kalimat sunnah ini mempunyai banyak makna. Keduanya, mengartikan sunnah dari sudut pandang yang berbeda.
Setelah buka-buka kamus bahasa arab ‘Al-Muhith’, tenyata makna ‘sunnah’ ialah thariqah atau sirah. Kalau dalam bahasa Indonesia berarti jalan atau cara hidup. Ada juga yang mengartikan ‘al-ibtida’ fil amr’ atau memulai sesuatu. Makna ini berasal dari hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kitab Shohih Muslim, hadis no. 1017, mengenai anjuran bersedekah.
Adapun secara istilah, pengertian sunnah berbeda-beda. Istilah ahli Fiqh berbeda dengan ahli Hadis, ahli Ushul Fiqh juga berpendapat lain. Ibn Mandhur dalam karangannya ‘Lisanul ‘Arab’ (kamus yang paling terkenal di dunia Islam) menyebutkan begini, “kata ‘sunnah’ disebut berulang-ulang dalam hadis, yang berarti cara dan jalan hidup. Tapi kalau di dalam syariat, yang dimaksud sunnah ialah perkataan maupun perbuatan yang diperintahkan, atau yang dilarang, atau yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan belum tertuang di dalam Al-Quran. Jadi, bisa dikatakan dalil-dalil syar’i itu berasal dari Al-Quran dan Sunnah, yang dimaksud ialah Al-Quran dan Hadis.” (Lisanul ‘Arab, Jilid 13, Hal 220, asal kata: سنن).
Menurut ahli Hadis, kata ‘sunnah’ bermakna: segala peninggalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, keputusan, maupun sifat. Sedangkan para ahli Ushul Fiqh mengartikannya sebagai segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, maupun keputusan yang bisa dijadikan dalil suatu hukum syar’i.  Jadi, para ulama Ushul Fiqh tidak menganggap sifat Nabi itu sunnah dan mensyaratkan sunnah ialah sesuatu yang bisa dijadikan dalil hukum syar’i bukan yang lain.
Sementara itu, sunnah menurut para ulama Fiqh ialah segala sesuatu yang jika dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Atau juga bisa diartikan, segala sesuatu yang diperintahkan, tapi perintah tersebut tidak absolute(harus dikerjakan). Inilah arti sunnah yang biasa dipahami oleh kita orang Indonesia.

sunnah


Pengertian ‘Sunnah’

OPINI | 21 September 2012 | 14:59Dibaca: 1841   Komentar: 0   Nihil
Ada semacam kerancuan di kalangan kaum muslimin mengenai makna ‘sunnah’. Apabila ada orang yang menyeru, “hendaknya kita itu berpegang teguh terhadap Al-Quran dan Sunnah!”. Orang awam akan bergumam, “gimana,  sih? Kok, cuma sunnah aja, yang wajibnya ditinggalin?”  Padahal, kalimat sunnah ini mempunyai banyak makna. Keduanya, mengartikan sunnah dari sudut pandang yang berbeda.
Setelah buka-buka kamus bahasa arab ‘Al-Muhith’, tenyata makna ‘sunnah’ ialah thariqah atau sirah. Kalau dalam bahasa Indonesia berarti jalan atau cara hidup. Ada juga yang mengartikan ‘al-ibtida’ fil amr’ atau memulai sesuatu. Makna ini berasal dari hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kitab Shohih Muslim, hadis no. 1017, mengenai anjuran bersedekah.
Adapun secara istilah, pengertian sunnah berbeda-beda. Istilah ahli Fiqh berbeda dengan ahli Hadis, ahli Ushul Fiqh juga berpendapat lain. Ibn Mandhur dalam karangannya ‘Lisanul ‘Arab’ (kamus yang paling terkenal di dunia Islam) menyebutkan begini, “kata ‘sunnah’ disebut berulang-ulang dalam hadis, yang berarti cara dan jalan hidup. Tapi kalau di dalam syariat, yang dimaksud sunnah ialah perkataan maupun perbuatan yang diperintahkan, atau yang dilarang, atau yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan belum tertuang di dalam Al-Quran. Jadi, bisa dikatakan dalil-dalil syar’i itu berasal dari Al-Quran dan Sunnah, yang dimaksud ialah Al-Quran dan Hadis.” (Lisanul ‘Arab, Jilid 13, Hal 220, asal kata: سنن).
Menurut ahli Hadis, kata ‘sunnah’ bermakna: segala peninggalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, keputusan, maupun sifat. Sedangkan para ahli Ushul Fiqh mengartikannya sebagai segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, maupun keputusan yang bisa dijadikan dalil suatu hukum syar’i.  Jadi, para ulama Ushul Fiqh tidak menganggap sifat Nabi itu sunnah dan mensyaratkan sunnah ialah sesuatu yang bisa dijadikan dalil hukum syar’i bukan yang lain.
Sementara itu, sunnah menurut para ulama Fiqh ialah segala sesuatu yang jika dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Atau juga bisa diartikan, segala sesuatu yang diperintahkan, tapi perintah tersebut tidak absolute(harus dikerjakan). Inilah arti sunnah yang biasa dipahami oleh kita orang Indonesia.