Senin, 04 November 2013

SANG PENDENGAR DOA (Bagian 1)


Oleh: izydown
Mentari pagi seolah lelah bermain bersama Bumi di pagi dan siang”.
Senja pun datang mengisyaratkan malam Akan tiba. “ Anas masih saja sibuk bercanda dengan istri keduanya. Ia tak sadar kalau jam di dindingnya sudah menunjukkan pukul 17. 30 waktu Malaysia. “Senja “di serawak begitu indah dengan mataharinya yang seolah redup.
Ya, betul sekali. Kitab – kitab tentang Islam adalah istri keduanya. Pasalnya Ia lebih sering bercanda dengan buku-bukunya di banding istrinya. Maklum Anas adalah “pengembara ilmu” dulunya di kala muda . Khususnya Ilmu Agama Islam.
“Anas “ pun segera membersihkan dirinya dengan mandi dan berWudhu’.
Tak lama Anas pun sudah rapi dengan baju Muslimnya. Tak lupa Kain sarung serta kopiah di kepalanya yang menandakan ia akan sholat Maghrib Berjamaah di Masjid dekat rumahnya..
“Rida” Istri tercinta pun sudah siap untuk Sholat berjamaah . “ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR” penggilan kemenangan pun berkumandang. hentakan kaki mengawali langkah mereka keluar rumah menuju masjid.
“Detik” pun berjalan dengan cepatnya. Sholat pun telah di tunaikan.
Mereka pun segera bergegas pulang. Maklum “Salman” Anak pertama mereka masih tertidur sejak sore tadi. Di Samping rida juga harus mempersiapkan makan malam untuk suami dan anak yang tercinta.
“Salman” pun bangun. Mereka menggelar makan malam yang sederhana. Seperti malam-malam sebelumnya. dan tak lupa “Anas” memberikan tausiah rutin kepada keluarganya Selepas makan selesai.
“Salman” pun bertanya, Malam ini “Ayah” akan cerita apa. Walaupun Salman masih berumur tiga tahun. Tapi ia sudah lancar berbicara. Dan selalu ikut tausiah “Ayah”nya.
Baiklah. Malam ini Ayah Akan berbicara tentang perjuangan Ayah dulu Mencari ilmu. Dan mendapatkan mimpi-mimpi Ayah Sewaktu di kampung dulu. emangnya mimpi apa Ayah?. Celetuk “Salman.”. “Mimpi Anak Kampung Man”. Sambut ayahnya.
Ayah mulai dari masa kecil Ayah dulu. Abi di lahirkan di “Batang Natal” Sumatera Urara. Dulunya Abi juga di ceritakan Kakek Abi. Kira – kira kelas enam SD lah. Karena Abi Tidak pernah tahu dan melihat “Ibu” Abi. Begitu juga Ayah Abi. Yang Abi Tahu Hanya kakek dan Bibik yang merawat Abi. Kata Kakek Abi. Sejak Abi masih Di “Ayunan” Ayah Abi Sudah Meninggal. Ibu Abi Pergi Meninggalkan Abi. Ia menikah lagi dengan orang padang. Sejak saat itu Abi tidak pernah melihat Ibu. Terakhir Abi bertemu dengannya di saat Abi telah Selesai Kuliah Di Al-Azhar Kairo,Mesir.
“Abi” Sangat rindu dengan Ibu. Abi memeluknya dan menangis. Hampir 30 Tahun Abi Tidak tahu IBu Abi. Dan Abi tidak Marah. Kalau. Abangnya Abi Selalu marah pada Ibu. Bahkan Ia mengatakan, kalau ia tidak punya Ibu.di karenakan di saat kami masih kecil Ibu tega menikah lagi. Bukannya merawat kami,anaknya.
Tapi, Abi Tidak tega. Karena ibulah kita lahir ke dunia ini. Azan Isya’ pun kembali berkumandang. nanti aja Abi lanjutkan. Abi Ke Masjid dulu. “dik” (panggilan sayang untuk Istrinya) dan skamu sal di rumah aja sholatnya. Oke yah, Jawab Salman. Sholat Pun telah di tunaikan. Abi Kembali ke Rumah dengan melantunkan Salam.
“Walaikum Salam” Istrinya membukakan pintu. Cerita pun Berlanjut. Karena Rida dan Salman sudah selesai Sholat. Lanjutkan bang ceritanya. Sahut Istrinya. Iya Abi, Lanjutkan ceritanya.ia Abi Lanjutkan. Ia terkejut istri dan anaknya begitu semangat mendengarkan kisah hidupnya.
Maklum,belum pernah ia bercerita tantang masa lalunya.
Hari – hari pun berlalu begitu cepat. Hingga Abi sudah tamat SD. Abi pun Berkata pada Kakek. Saya ingin pergi sekolah pesantren ke padang kek. Ya, kalau itu keinginan kamu. Silahkan Nas. Kakek hanya pesan. Jangan pernah membenci Ibu mu. Dan bercita- citalah yang tinggi Nas. Kakek begitu baik pada abi. Tidak seperti Anaknya yang tega meningglakan anaknya demi orang lain.
Bibik ayah memberikan uang seribu rupiah waktu itu. Maklum bibik termasuk orang yang sangat baik di kampung. Berbekal Kain yang di pikul. yang isinya baju dan celana dua lembar. Abi pergi Ke Padang dengan hanya membawa “NaFas dan Nekat” di badan demi menggapai mimpi. Abi ingin sekolah di Universitas Islam yang terkenal di dunia ini. Al-Azhar Namanya.
Di tengah jalan Abi bertemu dengan seorang kakek. Abi tak asing dengan kakek itu. Ia termasuk orang yang cukup iri dengan Paman Abi, Adiknya ibu. Maklum paman Abi Seorang Kepala Sekolah yang disegani di kampung itu.
Ia melempar pertanyaan pada abi dengan gaya angkuhnya. Mau Kemana Kamu Nas?. Mau sekolah ya.
Sambil tertawa dengan congkaknya. Iya kek. Saya Mau ke Padang. Katanya pesantren di sana bagus. ”Jangan Mimpi Kau Nas”. Mau Sekolah, “hahahaha”. Ia tidak Sadar kalau giginya Sudah ompong. Masih saja tertawa. Dasar kakek tua Celetuk Abi Dalam hati.
Sombong bener kakek itu. Sambung Salman. Abi Lanjutin ya.
Saya Bersumpah, kalu kamu Berhasil sekolah yang tinggi. Silahkan Kamu “potong Telinga Saya”. Ia berkata begitu keras, sehingga orang-orang mendengar dan melihat kami berdua. Abi hanya diam dan berlalu meningglkan Kakek itu.
Ditengah jalan Abi Menangis Dalam Hati. Mengapa hidup saya seperti ini. Ayah Tidak Ada, Ibu pun Tega menikah lagi. Jikalau Ibu tidak Pergi. Saya tidak Akan pergi. Dan Kini saya hanya sendiri. Hanya padamu Ya Tuhanku hamba mengharap. Engkaulah
“Sang Pendengar Do’a” hamba yang lemah ini.
“Waktu pun terus berjalan. Seolah meningglakan manusia dengan cepatnya”.abi pun tiba di “Candung” Pesantren Yang Abi tuju.Di Padang Panjang, Sumatera Barat. Hari-hari Abi Lalui dengan belajar Agama Islam dan bahasa Arab. Hingga Akhirnya Abi Selesai Sekolah di sana. Setelah itu Abi Pergi Ke Kota Medan.
Abi belum Tahu apa yang Harus Abi kerjakan Hidup tak tentu bagai gelandangan yang tak punya arah dan tujuan hidup. Abi “Teringat” kata Ustad Abi Di Padang Dulu. Ada Sekolah Islam yang terkenal di India “Darul Ulum” Namanya.
Di Medan abi Kerja Dengan orang cina. Ia orang yang baik. Walaupun ia bukan Islam ia tidak melarang abi Bila ingin Sholat. Hanya Sholat Pegangan Abi Di Medan Yang Begitu Terkenal Dengan Kejahatannya. Banyak pencuri, peminum, bandit di Kota Medan. Bila Salah Bergaul. Kita akan sesat. Terjerumus ke jurang yang dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar